Ini Dia Sanksi Bagi Pelaku Politik Uang pada Pilkada 2024!

Jurnalis: Shafira Chasna Ranandi
Editor: Aulia Novia Ramadhani

Foto uang senilai RP100.000 jelang pemilihan kepala daerah serentak 2024. (Sumber: istimewa/SFR)

Rencang.id - Johny Lomulus (2007) mendefinisikan politik uang sebagai tindakan memberikan sejumlah uang kepada pemilih atau pimpinan partai politik agar masuk sebagai calon kepala daerah yang definitif dan atau masyarakat pemilih memberikan suaranya kepada calon tersebut yang memberikan bayaran atau bantuan tersebut.

Pilkada 2024 baru saja dilaksanakan pada hari Rabu, (27/11/2024) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) masing-masing daerah. Di momen menjelang pilkada ini terdapat beberapa calon kepala daerah atau kabupaten yang menggunakan money politic agar dapat meraup suara.

Konsep money politic atau yang kerap dinamai serangan fajar ini biasanya dibentuk oleh para tim sukses di berbagai titik daerah. Masing-masing timses mendata warga sekitar untuk dimintai mendukung salah satu Paslon (pasangan calon) gubernur/bupati/walikota dengan mengumpulkan foto KTP. Nantinya, mereka akan diberikan imbalan uang dengan nilai tertentu.

Tindakan ini cukup banyak terjadi di berbagai daerah dan kebanyakan masyarakat menantikan aksi serangan fajar dari jauh jauh hari sebelum pemilihan digelar. Salah satu warga berinisial D mengatakan, “Mendapat uang serangan fajar dapat menunjang kebutuhan pangan untuk di tanggal akhir bulan, sungguh bermanfaat, kita anggap saja sebagai sedekah,” tuturnya.

Dalam konteks agama Islam, kegiatan ini termasuk menyuap dan tentunya hukumnya haram. Hal ini juga telah diatur oleh negara dan tercantum dalam pasal yang mengatur larangan dan sanksi politik uang.

Sanksi untuk pelaku politik uang dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2015 yang mengubah Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang.

Mengutip MKRI pasal 73 UU Nomor 10 Tahun 2016 adalah pasal yang mengatur larangan politik uang pada pemilihan sebagai berikut:

(1) Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih.

(2) Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

(3) Tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk:

a. Mempengaruhi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;

b. Menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan

c. Mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.

Lebih baru Lebih lama