Menyoal Implementasi Perda Kawasan Tanpa Rokok di Kota Surakarta

Jurnalis: Fauziah Luluk Fitriani
Editor: Muhammad Ilka Adhim Al Fatih

Ilustrasi asap rokok yang berbahaya bagi perokok aktif maupun perokok pasif. (Sumber: Liputan6)

Rencang.id Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta telah berupaya membuat kebijakan mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR) untuk melindungi masyarakat, terkhusus anak-anak dan remaja dari para perokok. Demi mengimplementasikan Peraturan Daerah (Perda) Kota Surakarta No. 9 Tahun 2019, banyak elemen yang digandeng untuk bekerja sama. Yayasan Kakak dan Komunitas Pemuda Penggerak contohnya. 

Mereka coba melakukan upaya untuk menyadarkan orang-orang bahwa merokok tidak hanya berdampak pada mereka, namun juga pada lingkungan di sekitarnya.

Mereka banyak menyelenggarakan projek mengurangi kegiatan merokok, arahan pada masyarakat, dan juga riset mengenai bagaimana dampak penggunaan rokok dari tahun ke tahun. Salah satu projeknya adalah melakukan diskusi dengan anak-anak remaja dan pelajar.

Kenapa anak-anak remaja dan pelajar? Saat ini, Indonesia sedang dalam fase bonus demografi, di mana kalangan muda menduduki jumlah populasi paling banyak. Hal ini tentunya dilirik oleh industri rokok, bisa dikatakan mereka tengah menarget kalangan muda, untuk bisa menjadi konsumen berikutnya.

Banyak orang yang sakit dan terdampak diakibatkan dari merokok, baik perokok aktif maupun perokok pasif. Dan tentunya, industri rokok akan mencari pemakai selanjutnya.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Surakarta menyelenggarakan diskusi yang sekaligus bedah buku berjudul A Giant Pack Of Lies Part 2: Kebohongan Besar Industri Rokok, Kamis (14/11/2024) di Nurul Huda Islamic Center UNS.

Diskusi yang turut dihadiri oleh Komunitas Pemuda Penggerak dan Yayasan Kakak ini, membahas mengenai bagaimana realisasi Perda KTR di Kota Surakarta.

Nadia Sukmawati, Ketua Pemuda Penggerak menyampaikan bahwa rokok bukan hanya menyebabkan penyakit bagi pengguna dan yang terpapar. Tetapi juga berdampak pada lingkungan.

Nadia bersama rekannya melakukan riset mengenai seberapa banyak sampah puntung rokok yang ditemukan di beberapa taman dari tahun ke tahun. Dan didapati dari tahun ke tahun tersebut terus ditemukan sampah puntung rokok.

Taman yang seharusnya masuk ke dalam KTR, kenyataannya masih belum dijadikan perhatian oleh pengelola. Hal ini juga disebabkan di beberapa taman belum ada tanda dilarang merokok. 

Pada Kamis (14/11/2024), penulis coba mengamati papan reklame iklan rokok di rute sepanjang dari UNS ke UIN Raden Mas Said Surakarta. Dari situ penulis dapati ada lima tempat dengan papan reklame iklan rokok. Dua tempat diantaranya masuk KTR dan seharusnya tidak ada papan reklame iklan rokok di dekatnya.

Miris rasanya, entah diizinkan atau memang nekat. Tapi, ini menunjukkan bagaimana tidak pedulinya mereka yang kemudian membuat papan reklame rokok itu ada di KTR terhadap Perda KTR di Kota Surakarta.

Seharusnya, ini bisa menjadi perhatian pemerintah dan juga industri rokok, atau bahkan jasa papan reklame juga, bahwasanya ada peraturan yang perlu diikuti supaya tercipta kawasan yang aman dari rokok.

Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Surakarta, Retno Erawati, dalam diskusi tersebut mengungkapkan bahwa papan reklame seharusnya tidak ada di sekitar sekolah dalam radius 200 meter.

Dalam pemaparannya, Retno juga menampilkan peta persebaran sekolah di Surakarta, yang mana jaraknya cukup berdekatan. Sehingga seharusnya papan reklame iklan rokok tidak akan banyak ditemukan di wilayah Surakarta.

Semoga Pemerintah Surakarta dapat lebih tegas dalam pengimplementasian peraturan ini. Pasalnya akibatnya tidak main-main. Pemasangan tanda pada KTR bisa lebih digalakkan kembali. Selain itu, juga jangan ada permainan curang yang kemudian mempermudah industri rokok untuk menarget anak remaja dan pelajar.

Lebih baru Lebih lama