Katanya Universitas ‘Islam’, Kok Sering Terjadi Kasus Pelecehan Seksual?

Jurnalis: Hafidh Nurhidayat
Editor: Fauziah Luluk Fitriani

Ilustrasi pelecehan seksual. (Sumber: Anwar Hafidzi/UIN Antasari Banjarmasin)

Rencang.id – Kasus kriminal akhir-akhir ini sangat butuh perhatian khusus, apalagi berkaitan dengan mahasiswa. Kekerasan seksual di lingkungan akademik merupakan masalah yang sudah lama terjadi, namun seringkali masih dianggap sebagai rahasia atau hal yang tabu untuk dibicarakan.

Pada Jum’at (1/11/2024), dalam postingan akun @ruang_sambattt terdapat satu video pendek berdurasi 4 detik yang memperlihatkan sepasang kekasih sedang bermesraan. Diduga sepasang kekasih tersebut melakukan mesum di depan Gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Raden Mas Said Surakarta. Video tersebut dikirim oleh seorang pengikut yang sedang mengerjakan tugas pada malam hari bersama temannya di depan Gedung FEBI.

Tak berselang lama video itu diposting, warganet ramai-ramai memberikan komentar negatif. Banyak mahasiswa yang kesal dengan kejadian tersebut karena mereka menyadari bahwa kampus mereka berlabelkan ‘kampus Islam’. Banyak orang yang geram dengan kejadian tersebut dan menyayangkan perbuatan tersebut.

Beberapa komentar juga memberikan alasan penyebab terjadinya kejadian tersebut, salah satunya minimnya penerangan di beberapa tempat.

Tak hanya itu, di akun yang sama dan di hari yang sama salah satu warganet membagikan informasi bahwa ditemukan perempuan dengan pakaian dan jilbab tidak rapi bersama laki-laki sedang berduaan pukul 09.30 WIB di gedung C lantai satu dengan kondisi kelas gorden ditutup rapat dan pintu ditutup.

Infromasi itu dibagikan melalui pesan WhatsApp ke admin akun @ruang_sambattt. Butuh perhatian yang lebih mendalam, pasalnya kejadian ini di saat kegiatan perkuliahan sedang ramai mahasiswa.

Kekerasan seksual di lingkungan akademik mencakup berbagai tindakan tak pantas, termasuk pelecehan seksual, pencabulan, kelicikan, dan diskriminasi gender. Tindakan ini bisa dilakukan oleh siapa saja dalam komunitas akademik, termasuk dosen, peneliti, staf administrasi, atau mahasiswa.

Entah itu berdasarkan sama-sama senang atau tidak, hal itu tetap tidak dibenarkan. Melihat bagaimana sopan santun berpakaian mahasiswa dan mahasiswi UIN Surakarta sebetulnya sudah menutup aurat, namun tetap saja kejadian pelecehan seksual masih saja bisa terjadi.

Kejadian seperti ini nampaknya tidak bisa dinormalisasi lagi. Terlebih di perguruan tinggi yang menjadi ”kasur empuk” untuk melancarkan aksi pelecehan seksual. Idealnya, setiap kampus memiliki kebijakan dan mekanisme tersendiri untuk menanggapi kasus pelecehan seksual.

Maka dari itu, perlu adanya perhatian khusus bagi pihak kampus ataupun organisasi mahasiswa dalam mencegah kejadian tersebut untuk memastikan bahwa institusi pendidikan tinggi memberikan lingkungan yang aman dan terlindungi bagi seluruh anggotanya.

Sebagai upaya mencegah kasus kekerasan seksual di lingkungan akademik, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan. Contohnya dengan meningkatkan kesadaran. Institusi pendidikan tinggi dapat menyediakan pelatihan dan program yang meningkatkan kesadaran mengenai isu-isu kekerasan seksual, termasuk pelatihan untuk staf dan mahasiswa.

Program-program ini juga dapat membantu mengurangi stigmatisasi dan meningkatkan kepercayaan korban untuk melaporkan kasus kekerasan seksual. Selain itu, adanya penetap kebijakan dan prosedur yang jelas. Institusi pendidikan tinggi harus memiliki kebijakan dan prosedur yang jelas mengenai kekerasan seksual dan harus menjamin bahwa pelanggar akan ditindaklanjuti dengan tegas dan adil.

Lebih baru Lebih lama