Ada Apa Dengan Gagah? Episode Satu

Jurnalis: Aura Aulia Miftakhul Risqi
Editor: Hawa Riyatin Zahra
Ilustrasi siswa bertengkar saat pelajaran. (Sumber: mengatasisiswa.blogspot.com)

Suasana pramuka di SD Mojoasri siang itu cukup ramai. Bagaimana tidak ramai, ada empat kelas yang menghadiri ekstrakurikuler hari ini. Kelas 5A-B dan 6A-B memenuhi lapangan dengan atribut pramuka masing-masing.

Kak Melly, panggilan akrab dari anak-anak kepadanya selaku pelatih pramuka. Biasanya dia mengajar dengan Malik temannya. Namun, hari ini Malik berhalangan hadir. Alhasil, Melly mengajar sendiri saat ini.

“Dua kali tepuk pramuka,” seru Melly kepada anak-anak.

Prok prok prok prok prok prok prok prok prok

Tepuk tangan antusias yang riuh menambah suasana ceria di lapangan siang itu. Setelah sedikit tepuk-tepuk dan ice breaking, Melly mulai memberikan materi. Materi hari ini adalah arah mata angin. Anak-anak cukup kondusif dan memperhatikan penjelasan Melly.

Setelahnya anak-anak diberikan tugas untuk menggambar denah rumah mereka disertai arah mata angin. Saat Melly tengah fokus memberikan penjelasan tugas, ada seorang anak yang menarik tangannya.

“Kak, ada yang berantem,” singkat dan jelas tapi membuyarkan fokus Melly dalam kedipan mata.

Melly segera berlari mendekati anak-anak yang berkerumun layaknya semut saat melihat ada gula.

“Ada apa ini?” tanya Melly meminta penjelasan.

Namun, satu pertanyaan itu malah dijawab secara berebut oleh beberapa anak. Namanya juga anak SD, ramai, dan terkadang brutal.

“Sssst…diam!” teriak Melly bak auman raja singa.

Semua langsung terdiam, fokus mereka teralih pada Melly. Dengan mata menelisik layaknya detektif. Pandangan Melly terarah pada Gagah. Lengan Gagah dipegangi oleh dua anak di samping kanan kirinya. Sedangkan kondisi Langit sudah berlinang air mata dan menatap Gagah dengan pandangan layaknya mengibarkan bendera perang.

“Langit kenapa kok nangis?” tanya Melly pada Langit yang sudah kusut dengan mata sembab.

“Jadi gini Kak, tadi Gagah tiba-tiba jotos aku. Padahal aku nggak ngapa-ngapain” jelas Langit dengan nafas tersenggal-senggal dan air mata bercucuran.

“Gagah, bener apa yang dibilang Langit?” tanya Melly pada Gagah.

Gagah diam. Dia memalingkan wajah. Anak ini tidak menangis sama sekali. Menambah kesan bahwa dia adalah biang onar di sini.

“Udah ayo jotosin bareng-bareng aja si Gagah,” anak yang memegangi tangan Gagah memprovokasi. Dan berhasil. Anak-anak yang lain terpancing emosi dan mencoba semakin mengerubungi Gagah.

“Stop, lepasin Gagah!” perintah Melly telak. Dia memisah Gagah dari anak-anak yang lain. Anak-anak lantas segera melepas Gagah.

“Gagah kenapa mukul Langit?” tanya Melly sembari mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi badan Gagah.

Diam. Gagah lagi-lagi diam membisu. Pandangan matanya turun ke lantai. Dia menghindari tatapan Melly. Padahal wajah Melly tak seram macam Zombie. Lantas kenapa?

“Gagah sekarang minta maaf ya ke Langit,” ujar Melly.

Gagah lalu minta maaf dengan menjabat tangan Langit. Setelah itu, para guru turun tangan karena mendengar kericuhan di lapangan. Salah satu Pak Guru menarik Gagah dan Langit ke ruang kantor. Melly kemudian melanjutkan pembelajaran yang sempat terjeda tadi.

Ketika jam pramuka telah usai, Melly bergegas ke kantor. Terlihat Gagah dan Langit yang duduk bersebelahan di meja yang sama. Namun, ada yang pemandangan yang langka. Gagah menangis, anak yang terbiasa menggangu Melly itu menangis. Sesak mulai menghinggapi dada Melly. Dia tak tega melihat kedua anak itu menangis.

“Mbak, tanda tangan kehadiran dulu,” ujar salah satu guru yang berhasil membuyarkan lamunan Melly.

“Gagah memang begitu mbak, suka bikin onar. Kemarin nggak masuk tiga hari. Eh sekalinya masuk dua anak luka-luka gara-gara kelakuan dia. Makanya kalau istirahat biasanya dia saya suruh di kelas saja,” tambah guru tadi.

Entah permasalahan apa yang dihadapi Gagah di rumahnya. Melly yakin Gagah punya alasan di balik sikapnya ini. Walau terkadang dia suka membuat onar di sekolah. Gagah sebenarnya anak yang pintar karena mengikuti banyak lomba. Sayang sekali bila bakat anak itu terhambat oleh sikapnya.

Bersambung


Lebih baru Lebih lama