Ilustrasi siswa bertengkar saat pelajaran. (Sumber: mengatasisiswa.blogspot.com) |
Suasana
pramuka di SD Mojoasri siang itu cukup ramai. Bagaimana tidak ramai, ada empat
kelas yang menghadiri ekstrakurikuler hari ini. Kelas 5A-B dan 6A-B memenuhi
lapangan dengan atribut pramuka masing-masing.
Kak
Melly, panggilan akrab dari anak-anak kepadanya selaku pelatih pramuka.
Biasanya dia mengajar dengan Malik temannya. Namun, hari ini Malik berhalangan
hadir. Alhasil, Melly mengajar sendiri saat ini.
“Dua
kali tepuk pramuka,” seru Melly kepada anak-anak.
Prok
prok prok prok prok prok prok prok prok
Tepuk
tangan antusias yang riuh menambah suasana ceria di lapangan siang itu. Setelah
sedikit tepuk-tepuk dan ice breaking, Melly mulai memberikan materi.
Materi hari ini adalah arah mata angin. Anak-anak cukup kondusif dan
memperhatikan penjelasan Melly.
Setelahnya
anak-anak diberikan tugas untuk menggambar denah rumah mereka disertai arah
mata angin. Saat Melly tengah fokus memberikan penjelasan tugas, ada seorang
anak yang menarik tangannya.
“Kak,
ada yang berantem,” singkat dan jelas tapi membuyarkan fokus Melly dalam
kedipan mata.
Melly
segera berlari mendekati anak-anak yang berkerumun layaknya semut saat melihat
ada gula.
“Ada
apa ini?” tanya Melly meminta penjelasan.
Namun,
satu pertanyaan itu malah dijawab secara berebut oleh beberapa anak. Namanya
juga anak SD, ramai, dan terkadang brutal.
“Sssst…diam!”
teriak Melly bak auman raja singa.
Semua
langsung terdiam, fokus mereka teralih pada Melly. Dengan mata menelisik
layaknya detektif. Pandangan Melly terarah pada Gagah. Lengan Gagah dipegangi
oleh dua anak di samping kanan kirinya. Sedangkan kondisi Langit sudah
berlinang air mata dan menatap Gagah dengan pandangan layaknya mengibarkan
bendera perang.
“Langit
kenapa kok nangis?” tanya Melly pada Langit yang sudah kusut dengan mata
sembab.
“Jadi
gini Kak, tadi Gagah tiba-tiba jotos aku. Padahal aku nggak
ngapa-ngapain” jelas Langit dengan nafas tersenggal-senggal dan air mata
bercucuran.
“Gagah,
bener apa yang dibilang Langit?” tanya Melly pada Gagah.
Gagah
diam. Dia memalingkan wajah. Anak ini tidak menangis sama sekali. Menambah
kesan bahwa dia adalah biang onar di sini.
“Udah
ayo jotosin bareng-bareng aja si Gagah,” anak yang memegangi tangan
Gagah memprovokasi. Dan berhasil. Anak-anak yang lain terpancing emosi dan
mencoba semakin mengerubungi Gagah.
“Stop,
lepasin Gagah!” perintah Melly telak. Dia memisah Gagah dari anak-anak yang
lain. Anak-anak lantas segera melepas Gagah.
“Gagah
kenapa mukul Langit?” tanya Melly sembari mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi
badan Gagah.
Diam.
Gagah lagi-lagi diam membisu. Pandangan matanya turun ke lantai. Dia menghindari
tatapan Melly. Padahal wajah Melly tak seram macam Zombie. Lantas kenapa?
“Gagah
sekarang minta maaf ya ke Langit,” ujar Melly.
Gagah
lalu minta maaf dengan menjabat tangan Langit. Setelah itu, para guru turun
tangan karena mendengar kericuhan di lapangan. Salah satu Pak Guru menarik
Gagah dan Langit ke ruang kantor. Melly kemudian melanjutkan pembelajaran yang
sempat terjeda tadi.
Ketika
jam pramuka telah usai, Melly bergegas ke kantor. Terlihat Gagah dan Langit
yang duduk bersebelahan di meja yang sama. Namun, ada yang pemandangan yang
langka. Gagah menangis, anak yang terbiasa menggangu Melly itu menangis. Sesak
mulai menghinggapi dada Melly. Dia tak tega melihat kedua anak itu menangis.
“Mbak,
tanda tangan kehadiran dulu,” ujar salah satu guru yang berhasil membuyarkan
lamunan Melly.
“Gagah
memang begitu mbak, suka bikin onar. Kemarin nggak masuk tiga hari. Eh
sekalinya masuk dua anak luka-luka gara-gara kelakuan dia. Makanya kalau
istirahat biasanya dia saya suruh di kelas saja,” tambah guru tadi.
Entah
permasalahan apa yang dihadapi Gagah di rumahnya. Melly yakin Gagah punya
alasan di balik sikapnya ini. Walau terkadang dia suka membuat onar di sekolah.
Gagah sebenarnya anak yang pintar karena mengikuti banyak lomba. Sayang sekali
bila bakat anak itu terhambat oleh sikapnya.
Bersambung