Relawan Kemanusiaan

Jurnalis: Aura Aulia Miftakhul Risqi
Editor: Hawa Riyatin Zahra

Para Relawan Sedang Latihan Pertolongan Pertama di Markas PMI Kabupaten Karanganyar. (Sumber : Dokumentasi oleh PMI Kabupaten Karanganyar)

Siang itu suara dering telepon menggema di posko PMI Kabupaten Karanganyar. Mendengar bunyi itu, aku dengan sigap menerima panggilan telepon tersebut.

“Halo dengan posko PMI Karanganyar, ada yang bisa dibantu?” tanyaku tanpa basa-basi.

“Halo Mbak, ada kecelakaan di Suruhkalang RT 3 RW 6 arah ke Bekonang,” jawab sang penelpon.

“Korbannya ada berapa ya, Mas?” tanyaku dengan raut khawatir.

“Ada tiga Mbak. Dua parah, satunya nggak terlalu parah,” jawab sang penelpon.

Melihat aku yang tengah serius menerima telepon, teman-teman personil satu sif ku mulai mendekat. Mereka menunggu aku selesai berbicara dengan sang penelpon.

“Ada apa, Ra?” tanya Nanda, partner piketku hari ini.

Mengingat posko kami yang selalu siap siaga 24 jam untuk menangani kebencanaan dan kecelakaan di daerah Kabupaten Karanganyar, diadakanlah tiga sif piket dalam satu hari. Meliputi piket pagi, piket siang, dan piket malam.

“Ada kecelakaan di Suruhkalang, korbannya ada tiga,” ujarku dengan nada tegas.

Mas Danang, salah satu personil yang standby posko langsung memintaku menghubungi Public Safety Center (PSC). PSC ini merupakan layanan cepat tanggap darurat milik Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar.

Letaknya berada di sebelah gedung PMI Kabupaten Karanganyar, memudahkan kami untuk berkolaborasi dalam menanggapi situasi gawat darurat. PSC langsung menyanggupi permintaan kami dan segera menuju lokasi.

Di lain sisi, kami segera bersiap-siap untuk menuju ke lokasi kecelakaan. Ambulance segera melaju dengan kecepatan penuh. Bunyi sirine menggema di sepanjang jalan yang kami lewati.

Aku tidak bisa mendeskripsikan perasaanku saat itu. Khawatir, takut, dan jantungku berdebar selaras dengan bunyi sirine yang saling bersahutan.

Wiu wiu wiu wiu wiu

Ambulance membelah jalan. Memberi peringatan bagi setiap pengendara untuk menyingkir agar mempermudah akses kami. Nanda memberiku sepasang sarung tangan lateks dan masker sebagai Alat Pelindung Diri (APD). Kami wajib memakai ini untuk melindungi diri dari resiko terjangkit penyakit ataupun infeksi menular saat menangani korban.

Sesampainya di lokasi, seorang warga tampak melambaikan tangan ke arah ambulance kami. Kami segera membagi tugas. Dua korban tampak tergeletak tak berdaya di depan rumah warga dengan luka yang cukup parah.

Aku paham betul, masyarakat awam memang tidak diperkenankan untuk menolong jika tidak memiliki kemampuan medis dasar. Kemampuan medis dasar ini diperlukan dalam melakukan pertolongan pertama. Karena jika salah dalam penanganan, dapat meningkatkan resiko cedera korban tambah parah bahkan sampai meninggal dunia.

Pertolongan pertama bertujuan untuk mengurangi resiko cacat dan menyelamatkan jiwa korban sebelum dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Atas sebab itulah, warga hanya mengamankan korban ke tempat yang lebih aman.

Aku dan Mas Danang langsung menangani korban pertama bernama Hadi. Sedangkan Nanda menangani korban kedua bernama Anton. Sementara itu, korban ketiga bernama Leli tidak ditemukan luka apapun, dia hanya histeris karena masih kaget dengan kecelakaan yang menimpanya dan sang kekasih.

“Sayang, yang kuat ya,” ucap Leli sambil berurai air mata.

Saat Mas Danang sedang membalut kepala Hadi, tiba-tiba korban kejang dan tak sadarkan diri. Melihat hal itu sontak sang kekasih menangis histeris.

Loh, Sayang kenapa? Sayang sadar!” teriak Leli sambil memeluk tubuh kekasihnya yang pingsan. Isakan tangis Leli terdengar pilu di telingaku, hatiku serasa di remas menyaksikan kejadian ini.

Leli menjelaskan bahwa mereka dalam perjalanan pulang dari acara staycation di Tawangmangu.

Saat perjalanan pulang, mereka tertinggal dari rombongan teman-temannya karena kejadian ini. Seharusnya dua sejoli itu beristirahat setelah menikmati liburan, namun berakhir dengan kecelakaan tragis.

Tak lama kemudian, ambulance PSC tiba di lokasi. Mereka segera membantu menangani dan merujuk korban Hadi ke RS PKU Muhammadiyah Karanganyar. Kami juga merujuk korban Anton dan Leli ke RS yang sama.

Setelah menanyai beberapa saksi mata dan korban kecelakaan, kami menyimpulkan kronologi penyebab kecelakaan tersebut.

Pengendara sepeda motor, Anton dan Leli melaju dari arah timur ke barat. Sesampainya di lokasi kejadian, terdapat pengendara motor lainnya, Hadi dari arah barat ke timur tiba-tiba menabrak sepeda motor Anton dari depan dan terjadilah kecelakaan.

“Terima kasih banyak Mbak atas bantuannya,” ucap Leli dengan tulus saat kami sudah tiba di rumah sakit. Dia menjabat tanganku dan Nanda. Sementara Mas Danang dan Pak Hendro di luar mengurus administrasi.

Aku terdiam sesaat. Hatiku masih sedih melihat nasib mereka.

“Iya Mbak sama-sama, semoga Masnya lekas sembuh dan lain kali lebih hati-hati,” ucapku sambil membalas jabatan tangannya.

Menjadi anggota dari Korp Sukarela (KSR) di PMI Kabupaten Karanganyar mengajarkanku banyak hal.

Melihat banyaknya kecelakaan yang terjadi, mengingatkanku tentang pentingnya keselamatan dalam berkendara. Ternyata kata sederhana seperti “hati-hati di jalan dan kabari saat sampai tujuan” merupakan kata yang sangat berarti. Ini bukti bahwa masih ada orang yang berharap keselamatan selalu menyertai kita saat berkendara.

Ingat, masih ada orang yang menunggu kita dirumah. Hancur hati mereka apabila mendengar kabar kecelakaan dari kalian.

Berkendaralah dengan aman dan pulang dengan selamat. Tidak semua orang bisa, tapi aku yakin kita bisa jika mau berusaha. Semoga kejadian yang dialami Hadi, Anton, dan Leli tidak terjadi kepada kita semua. 

Lebih baru Lebih lama