Profil Meutya Hafid, Disandera Tujuh Hari Hingga Menjadi Menteri

Jurnalis: Nova Miftakhul Huda
Editor: Aulia Novia Ramadhani
Meutya Hafid menandatangani surat jabatan saat pelantikan menteri pada Senin, (21/10/2024) di Istana Negara, Jakarta. (Sumber: Instagram @meutya_hafid)

Rencang.id - Semenjak Presiden Prabowo mengumumkan susunan kabinet Merah Putih pada Minggu (20/10/2024), terdapat satu nama menteri yang cukup menarik perhatian, yaitu Meutya Viada Hafid. Ia merupakan salah satu dari empat menteri perempuan di antara 48 menteri kabinet Merah Putih.

Meutya menempati posisi sebagai Menteri Komunikasi dan Digital, pada kabinet sebelumnya bernama Kementerian Komunikasi dan Informatika yang dipegang oleh Budi Arie Setiadi.

Meutya lahir di Bandung, Jawa Barat, 3 Mei 1978. Ia merupakan anak dari pasangan Anwar Hafid dan Metty Hafid. Meutya merupakan lulusan sarjana S1 jurusan Manufacturing Engineering Universitas New South Wales. Meutya juga berhasil meraih gelar Magister jurusan Ilmu Politik di Universitas Indonesia dengan predikat cumlaude.

Mengawali Karir sebagai Jurnalis

Sebelum masuk dalam dunia politik, Meutya mengawali kariernya menjadi salah satu jurnalis lapangan Metro TV. Dalam dedikasinya menjadi jurnalis, Meutya seringkali meliput daerah dengan risiko tinggi seperti liputan Darurat Militer Aceh (2003), Tsunami Aceh dan Perjanjian Damai Aceh dengan GAM (2005), Pemilu Irak (2005), Kudeta Militer Thailand dan konflik Thailand Selatan (2006), serta liputan Palestina (2007).

Berbagai penghargaan di dunia jurnalistik pernah diraih olehnya. Salah satunya adalah mendapatkan penghargaan sebagai wartawan profesional dengan diberikan Kartu Pers Nomor Satu atau Press Card Number One (PCNO) dan Elizabeth o' Neill Journalism Award (2007).

168 Jam Disandera Pejuang Mujahidin Irak

Salah satu pengalaman jurnalistik paling berbahaya bagi Meutya adalah penugasan ke wilayah konflik Perang Teluk di Irak, 2005 silam. Meutya beserta rekannya Budiyanto, ditugaskan Metro TV untuk meliput pemilu demokratis pertama di Irak setelah Saddam Husein jatuh.

Meutya dan Budiyanto menyelesaikan liputan tersebut dengan apik. Namun, Metro TV memperpanjang masa liputan mereka untuk meliput peringatan bulan Asyura. Pada waktu itulah keduanya mengalami peristiwa penyanderaan oleh pasukan Mujahidin Irak (15/02/2005).

Momen ketika Meutya dan Budiyanto disandera oleh pejuang Mujahidin Irak pada tahun 2005. (Sumber: dokumentasi Metro TV)

Meutya sempat mengira akan langsung akan dibunuh ketika pejuang Mujahidin menyergap mobil yang ditumpanginya. “Mereka (dua orang pejuang Mujahidin Irak) di belakang kami membawa senjata kemudian ditaruh di sini (menunjuk leher), kami sempat berpikir akan langsung dibunuh,” ucap Meutya di salah satu podcast dengan Merry Riana (10/05/2023).

Setelah mengalami penyanderaan selama 168 jam atau sekitar tujuh hari sejak 15 Februari 2005. Meutya beserta rekannya berhasil dibebaskan tanpa syarat setelah negosiasi alot antara pejuang Mujahidin Irak dengan pemerintah Indonesia di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Perjalanan Politik Meutya Hafid

Meutya mengawali karir politiknya dengan masuk sebagai kader Partai Golongan Karya (Golkar) pada tahun 2009 setelah diajak oleh salah satu politikus, Burhanuddin Napitupulu.

Meutya terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari daerah pemilihan Sumatera Utara 1 pada pemilihan umum tahun 2009. Karir politiknya di DPR terhitung berjalan dengan mulus di mana dirinya berhasil mengisi kursi parlemen tiga kali berturut-turut. Meutya menjadi Ketua Komisi Satu DPR RI pada periode 2019-2024 dengan fokus pada bidang pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika serta intelijen.

Selain menjadi anggota DPR RI, Meutya sempat menjabat berbagai jabatan penting di Partai Golkar yaitu Hubungan Luar Negeri DPP Partai Golkar (2016-2019), Koordinator Bidang Hukum, HAM, Kebijakan Publik dan Kerjasama Publik Kesatuan Perempuan Partai Golkar (2016-2021), Wakil Ketua Dewan Pakar Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) (2019-sekarang), dan Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini DPP Partai Golkar (2019-sekarang).

Pengalamannya menjadi jurnalis membuat Meutya seringkali mengeluarkan pendapat yang berani dan kritis. Contohnya, saat peristiwa bocornya Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Meutya secara gamblang menyebut peristiwa ini sebagai kebodohan. “Ini masalah kebodohan. Punya data nasional, tetapi tidak ada satupun back-up, berarti kan? Bodoh,” kata Meutya di depan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) pada rapat kerja di Gedung DPR, Jakarta, pada Kamis, (27/06/2024).

Menteri Komunikasi Perempuan Pertama

Dilantiknya Meutya menjadi Menteri Komunikasi dan Digital, menjadikannya sebagai menteri perempuan pertama di bidang tersebut. Suatu pencapaian yang menandai sejarah baru dalam keterlibatan perempuan di sektor teknologi dan komunikasi, bidang yang selama ini didominasi oleh laki-laki.

Dalam pidatonya saat Serah-Terima Jabatan (Sertijab) pada Senin, (21/10/2024). Menteri Komunikasi dan Digital tersebut menyampaikan terkait masalah digital yang perlu menjadi perhatian khusus dari Presiden. “Kemarin, Presiden Prabowo berulang kali menyebut kata digital, biasanya beliau mengulang-ulang kata pertahanan. Perhatiannya cukup khusus terhadap digital dan langsung setuju ketika diberikan konsep kementerian khusus digital,” jelas Meutya.

Lebih baru Lebih lama