Mari Waspadai Bahaya Takfiri

Jurnalis: Shafira Chasna Ranandi
Editor: Hawa Riyatin Zahra
Ilustrasi seseorang mengatakan bidah dan kafir kepada orang lain (sumber gambar: google)

Rencang.id – Takfiri adalah sikap yang menolak perbedaan pendapat dalam agama Islam. Kaum takfiri adalah kelompok yang dengan mudah melontarkan kata "kafir" kepada sesama Muslim karena perbedaan keyakinan dan manhaj (metodologi pemikiran). Mereka juga sering menggunakan istilah sepadan seperti "ahli bidah", "sesat", dan "musyrik".

Hal ini menjadi musibah besar bagi umat Islam di dunia, karena dengan lontaran dan cemoohan tersebut menjadikan umat Islam tidak bisa bersatu, padahal perbedaan merupakan fitrah dan keniscayaan sejak zaman Rasul, para sahabat, dan tabiin.

Contoh perbedaan dapat dilihat pada pendapat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas, serta kebijakan sahabat Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Rasulullah SAW juga pernah memberikan hukum yang berbeda pada suatu perkara; beliau awalnya melarang ziarah kubur, namun kemudian mengizinkannya. Hal ini terekam dalam sabdanya:

إني كنت نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها تذكر الآخرة

Inni kuntu nahaitukum 'an ziyaaratil quburi fazuuruuhaa tudzakkiril aakhirati.   

Artinya: “Aku pernah melarang kalian ziarah kubur. Sekarang berziarahlah untuk mengingat akhirat kalian”.

Hadits ini menunjukkan bahwa suatu hukum dapat berubah karena konteks, termasuk faktor sosial, budaya, dan antropologi. Hal ini dikenal dalam ulumul hadits sebagai nasakh wa mansukh. Dengan demikian, hukum dapat berubah seiring waktu, tergantung pada konteks zamannya. Ketika kelompok takfiri menghukumi sesama Muslim dengan cara yang buruk, itu hanyalah perkataan yang tidak mempertimbangkan dengan bijaksana.

Mereka (kelompok takfiri) sangat menolak perubahan suatu hukum karena faktor perubahan zaman dengan dalil tidak ada atau tidak ditemukan sesuatu tersebut di zaman Rasulullah SAW. Sedangkan kelompok Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja) yang sering mereka kafirkan selalu memiliki pandangan yang maju dalam beristinbath (mengambil hukum), yakni dengan mengedepankan metode wahyu dan akal.

Para ulama memutuskan hukum berdasarkan pedoman Al-Qur'an dan hadits Nabi. Jika keduanya tidak ditemukan, umat Islam akan melakukan qiyas, yakni menyamakan illat (alasan) suatu hukum dengan hukum yang ada dalam Al-Qur'an maupun hadits. Ini menunjukkan bagaimana kelompok Aswaja mengambil keputusan hukum dalam Islam, sehingga dengan metode yang kompleks ini, mereka sulit mengucapkan "kafir" kepada sesama Muslim

Ini yang dinamakan cerdas secara manhaj dan mazhab, sehingga tidak kekanak-kanakan dalam mengambil keputusan, apalagi sampai menyalahkan metode umat Islam yang lain. Larangan Kelompok takfiri sangat jelas bahayanya, karena menutup rasionalitas dan menekan wahyu agar tidak bisa diimplementasikan di setiap perubahan zaman.

Lebih bahayanya lagi ketika mereka sampai menghalalkan darah saudara sesama Muslim untuk dibunuh karena berada pendapat dalam hukum. Karena sebagian mereka ada yang berpedoman bahwa seseorang yang mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah SAW maka sesat dan boleh dibunuh karena ahli neraka. Nauzubillah min dzalik.

Oleh karena itu, takfiri memiliki dampak yang sangat berbahaya bagi kerukunan dan kemaslahatan umat beragama. Sering kali mereka juga menyerang orang yang berbeda agama, padahal Rasulullah SAW selalu mengedepankan kasih sayang dan mengajarkan toleransi serta harmonisasi antar umat beragama.


Lebih baru Lebih lama