Editor: Najla Firishta Alhadar
Ribuan
suporter se-Solo Raya gelar aksi doa bersama di depan Stadion Manahan pada (01/10/2024),
untuk memperingati dua tahun tragedi Kanjuruhan. (Sumber: istimewa/NMH) |
Rencang.id – Memperingati dua tahun tragedi tragis
Kanjuruhan, ribuan peserta aksi dari elemen suporter se-Solo Raya gelar aksi
mimbar bebas dan doa bersama pada Selasa (01/10/2024). Peserta aksi tidak hanya
dari kalangan suporter saja, akan tetapi banyak peserta aksi merupakan
masyarakat biasa yang memiliki simpati atas tragedi Kanjuruhan.
Peserta aksi mulai memadati pintu utama Stadion Manahan pada pukul 19.00 WIB dengan pakaian serba hitam serta membawa lilin yang menyala. Tak sedikit pula peserta aksi yang membawa poster dan spanduk berisi pesan maupun tuntutan terkait tragedi kanjuruhan seperti “Hentikan Brutalisme Aparat!!!”, “Kebodohan Kalian Menghasilkan sebuah Tragedi Pembantaian”, “Luka Mereka, Luka Kita Semua”, “Justice 135 Kanjuruhan,” dan masih banyak lagi.
Seorang peserta aksi membawa poster sindiran yang menyebut "Angin" sebagai kambing hitam dalam tragedi Kanjuruhan. (Sumber: istimewa/NMH) |
Dalam sesi mimbar bebas, peserta aksi
dibebaskan menyampaikan pesan, orasi, puisi maupun nyanyian di depan seluruh
peserta aksi. Salah satu orator mengajak peserta aksi untuk bernyanyi bersama-sama.
“Satu tiga lima… itu bukan angka... satu tiga lima… itu korban jiwa… arek-arek
Malang mati dibunuh polisi... arek-arek Malang mati dibunuh polisi... No
justice, no peace!” sorak orator
yang kemudian diikuti ribuan peserta aksi.
Aksi pada malam itu diakhiri dengan sesi
doa bersama selama 3-4 menit, dan selanjutnya peserta aksi menyanyikan lagu
Satu Jiwa secara kompak dan saling merangkul antar suporter. Pukul 21.30 WIB
peserta aksi mulai membubarkan diri dari area Stadion
Manahan dengan tertib.
Affandi, salah satu peserta aksi
mengungkapkan kekecewaannya terhadap penanganan tragedi Kanjuruhan yang dinilai
belum tuntas. “Kami merasa keadilan masih jauh dari harapan. Para korban dan
keluarga mereka hingga saat ini belum mendapatkan kejelasan yang memadai. Ini bukti
kurangnya komitmen aparat untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi korban yang
terdampak,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan harapannya kepada
pemerintah dan federasi terkait agar lebih serius menangani kasus ini. “Ya...
harapan kami kepada pemerintah dan federasi benar-benar bertindak tegas dan
transparan. Sehingga nantinya kejadian seperti ini tidak terulang lagi,”
tambahnya.
Seperti yang diketahui, tragedi Kanjuruhan terjadi
pada 1 Oktober 2022 silam di Stadion Kanjuruhan, Malang. Tragedi ini menjadi
salah satu insiden paling mematikan dalam sejarah sepak bola dunia. Insiden ini
menewaskan 135 orang dan ratusan orang lainnya mengalami luka-luka, baik ringan
maupun berat.
Kerusuhan pecah usai pertandingan antara
Arema FC dan Persebaya Surabaya, memicu tindakan aparat keamanan untuk
menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton. Namun, tindakan ini justru menyebabkan
kepanikan massal, terutama di area pintu keluar stadion.
Banyak korban jatuh akibat terhimpit dan
mengalami sesak napas hingga meninggal dunia di tengah kekacauan yang terjadi
di tribun penonton. Sebuah tragedi yang memilukan dimana korban jiwa dengan
angka kematian tertinggi dalam sejarah sepak bola Indonesia.