4 Alasan Jurnal Predator Banyak Diminati Calon Guru Besar

Jurnalis: Hafidh Nurhidayat
Editor: Listia Aulia Putri
Ilustrasi menjaga diri kita dari jurnal predator. Sumber: (www.translatejurnal.com)

Rencang.idSudah seharusnya perguruan tinggi menjadi salah satu sumber keilmuan. Namun, tak sedikit perguruan tinggi di Indonesia melakukan penerbitan karya ilmiah yang berpotensi predator. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Fachri Aidulsyah, dkk, dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang tergabung di Marepus Corner menemukan bahwa 8 dari 10 profesor di Indonesia menerbitkan artikel ilmiahnya ke jurnal yang tidak dapat diandalkan, sehingga timbul kekhawatiran tentang keahlian serta kredibilitas akademis mereka.

Menjabat sebagai profesi akademis, tentu sangat dihormati karena perannya memajukan ilmu pengetahuan generasi selanjutnya. Banyak ilmuwan yang tertarik menjadi profesor karena kebebasan intelektual, penghormatan, dan pengaruh dari posisi tersebut. Dengan demikian, jalur menuju profesor dipenuhi tantangan, yaitu tekanan untuk menerbitkan banyak karya ilmiah.

Tekanan yang membuka pintu fenomena bermasalah dalam dunia akademik, yaitu jurnal predator. Jurnal predator adalah outlet publikasi yang penerbitannya menawarkan publikasi mudah dan cepat. Tanpa tinjauan yang ketat seperti halnya jurnal bereputasi. Jurnal predator membebankan biaya tinggi kepada penulis, menghasilkan uang dari jumlah pengajuan, dan tidak berfokus pada kualitas atau dampak penelitian.

Setelah itu timbul pertanyaan, mengapa jurnal predator begitu menggoda?

Ada beberapa alasan mengapa jurnal predator bisa menarik bagi calon profesor.

1. Tekanan untuk menerbitkan tulisan ilmiah;
2. Proses publikasi cepat, tidak seperti jurnal bereputasi membutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk menyelesaikan proses tinjauan sejawat dan publikasi;
3. Jurnal predator memiliki standar penerimaan yang rendah atau bahkan tidak ada;
4. Jalur cepat untuk memajukan karir.


 

Lebih baru Lebih lama