Ilustrasi santri SMP meninggal karena diduga dianiaya seniornya di Sukoharjo, Rabu (18/9/2024). (Gambar: Jawapos.com) |
Rencang.id – Terjadi kembali korban seorang santri sampai dengan
kehilangan nyawanya. Ialah Abdul Karim Putra wibowo (13), seorang santri SMP
Pesantren Tahfidz Az-Zayadiyy, Sanggrahan, Sukoharjo yang diduga tewas karena
dianiaya seniornya. Sampai saat ini keluarga korban masih menunggu hasil
autopsi dari kepolisian. Ayah korban, Tri Wibowo mengaku belum mendapatkan
kepastian mengenai penyebab kematian sang anak. Namun, informasi yang ia
terima, anaknya dianiaya karena perkara sepele.
“Saya belum mendapatkan kepastian dari kepolisian. Saya menunggu
hasil autopsi,”
“Tapi kalau berdasarkan informasi yang saya dapatkan, anak saya ini
mohon maaf bisa dibilang korban kekerasan salah satu santri kakak tingkat,” jelasnya
saat ditemui di rumah duka Pucangsawit RT 1/14, Jebres, Senin (16/9/2024).
“Jadi hari itu kakak tingkat anak saya minta rokok, padahal anak
saya tidak merokok. Karena alasan tersebut, anak saya dipukuli,” ucapnya.
Abdul Karim menghembuskan nafas terakhir pada Senin (16/9/2024).
Saat menceritakan peristiwa tersebut, ayah korban, Tri Wibowo tak kuasa menahan
tangis terhadap kejadian yang terjadi anaknya tersebut. Ia baru seminggu yang
lalu bertemu dengan anaknya tersebut. Ketika mendengar kabar putra sulungnya
ini dibawa ke klinik, ia sudah tidak bernyawa.
“Istri saya diinformasikan bada dzuhur 12.30 siang. Kita berangkat
ke pondok. Sudah ke pondok. Di pondok langsung transit ke klinik. Ke klinik
Ngudi Sehat. Di tengah perjalanan saya dikabari anak saya meninggal,” tuturnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidz Az-Zayadiyy, KH Abdul Karim atau
biasa dipanggil Gus Karim ikut menyambangi rumah duka. Dia enggan menjelaskan
lebih banyak terkait penyebab kematian Abdul Karim putra Tri Wibowo. Namun, Gus
Karim menyebutkan sudah menyerahkan kasus ini ke pihak kepolisian untuk
diselidiki lebih lanjut.
“sudah diserahkan ke Polres,” jawab Gus Karim saat ditemui di rumah
duka.
Setiap orang tua yang menitipkan anaknya di pondok pesantren tentunya menginginkan sang anak untuk menimba ilmu agama dengan baik. Harapan orang tua dalam mengirim anaknya ke pesantren sehingga
menjadi seseorang yang bermanfaat bukan cuma baik dalam agama tetapi juga
bermanfaat bagi negara. Namun, naasnya bukan kabar baik yang mereka dapat dari
sang anak, tetapi berita duka yang mereka dengar. Kabar meninggalnya putra
mereka karena dianiya seniornya di pesantren tentu saja menjadi hal yang tak
pernah mereka duga sebelumnya.
Kejadian seperti ini sayangnya bukan hanya
terjadi sekali dua kali. Hal ini perlu menjadi concern masyarakat
sekolah maupun luar sekolah. Perlu adanya teguran tegas terhadap pelaku
penganiayaan maupun bullying. Pemerintah juga perlu andil dalam hal tersebut. Memberikan
penyuluhan dan konsekuensi yang sesuai bagi pelaku, serta rehabilitasi dan
penyembuhan baik fisik maupun mental untuk para korban.