Editor : Hawa Riyatin Zahra
Ilustrasi seorang tukang parkir dari belakang dengan rompi bertuliskan “Semua Orang Bisa Jadi Tukang Parkir Dadakan” (sumber: google). |
Akhir-akhir ini mahasiswa UIN Raden Mas
Said Surakarta sedikit dikagetkan dengan adanya tukang parkir di depan kampus,
tepatnya di depan Food Court sisi utara kampus, yang menyediakan
berbagai makanan dari yang ringan hingga makanan berat. Keberadaan tukang
parkir tersebut dinilai tidak efektif dan tidak begitu diperlukan, mengingat
kebanyakan para pengunjung Food Court tidak memerlukan waktu yang lama
untuk jajan. Seperti contoh beberapa orang hanya ingin membeli es teh
dengan harga Rp3.000, dan hanya memerlukan waktu kurang dari 5 menit, namun
diharuskan membayar parkir sebesar Rp2.000, tentulah hal ini serasa tidak patut
dan akhirnya menimbulkan berbagai komentar negatif dari para mahasiswa.
Pada awalnya, tarif yang dikenakan di
tempat ini hanya sebesar Rp1.000, namun akhir-akhir ini sudah dinaikkan menjadi
Rp2.000 dan menuai banyak protes, seperti berbagai ungkapan kekesalan yang
terlihat di salah satu postingan Instagram @ruang_sambat, yang memuat
tulisan “Apaan banget deh masa parkir di depan kampus udah naik jadi 2000.
Tukang parkirnya sendiri yang ngomong ‘Udah naik Rp2.000 mba’ kaya padahal beli
bakso 5000 biar bisa dimakan make nasi. Gini banget nasib anak kos. Ada aja
pengeluaran yang ga penting kaya gitu.” diunggah pada (28/08/2024). Postingan
tersebut langsung menuai berbagai komentar seperti yang dituliskan oleh akun @delineoct,
“Sumpah males bgt, beli es teh 3rb parkirnya 2rb. Apalagi kalo mau ke ATM,
orang ke ATM kan karena gapunya duit ya, ini mlh kena parkir (emoticon sedih).”
Serta terdapat 55 komentar lainnya yang isinya juga mengungkapkan kekesalan
dengan adanya kejadian tersebut.
Tak hanya itu, kami juga melakukan
wawancara dengan salah satu mahasiswa pada hari Rabu, (19/09/2024), bernama
Risa Nur mengenai fenomena parkir ini. Ia mengungkapkan bahwa “Saya pernah
memberi mereka Rp1.000, namun mereka meminta Rp2.000 karena tarifnya sudah
dinaikkan. Tapi mereka tidak melakukan hal-hal selebihnya, kayak marah-marah
atau lainnya.”
Dari berbagai tanggapan yang ada, mungkin
setidaknya ada tanggapan atau tindakan dari pihak kampus apakah yang mereka
lakukan itu legal atau malah termasuk dalam praktek pungli, mengingat
wilayah yang mereka ambil masih dalam area kampus. Fenomena ini cukup
disayangkan karena para satpam sendiri selaku pemegang tanggung jawab keamanan
area kampus tidak melakukan tindakan atau memberikan penjelasan apapun.