Diamnya PBB dalam Konflik Palestina-Israel

Created by: Rendi Fardana
Editor by: Syefia Syalsya Bila 

Rencang.id – Peperangan yang terjadi antara Israel dan Palestina kembali memanas sejak milisi Hamas melancarkan serangan dadakan pada awal Oktober lalu. Israel pun melakukan serangan balasan dan konflik belum berakhir hingga saat ini.

Israel telah melakukan genosida dengan melancarkan serangan membabi-buta ke Gaza, termasuk ke kompleks pemukiman sipil, rumah sakit, hingga tempat pengungsian. Mereka tak pandang bulu meskipun mengaku bahwa target mereka sebenarnya adalah Hamas. 

Akibatnya, banyak warga sipil yang terluka dan meninggal dunia karena serangan brutal tersebut.
Namun, negara-negara barat terutama Amerika Serikat dan Inggris malah mendukung tindakan Israel kepada Palestina, mereka menganggap Israel pantas membela diri dari serangan milisi Hamas yang dianggap sebagai “Serangan Teroris” dan menolak untuk gencatan senjata.

Jika merujuk pada Statuta Mahkamah Pidana Internasional yang disahkan pada tanggal 17 Juli 1998, yang menyatakan bahwa tindak-tindak kejahatan Internasional adalah “Kejahatan paling serius yang menyangkut masyarakat Internasional secara keseluruhan, yaitu: Genosida, Kejahatan terhadap Kemanusiaan, Kejahatan Perang, dan Kejahatan Agresi.” 

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah melakukan beberapa tindakan untuk mengatasi konflik Israel-Palestina. Pada tanggal 27 Oktober 2023, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi besar tentang krisis di Gaza, menyerukan adanya gencatan senjata demi kemanusiaan (Humanitarian Truce) dengan segera, jangka panjang, serta berkelanjutan yang mengarah pada penghentian permusuhan. 

Resolusi ini menuntut agar semua pihak dalam perang Israel-Palestina mematuhi hukum kemanusiaan serta prinsip hak asasi manusia internasional, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan warga dan objek sipil. Selain itu, PBB juga telah mengeluarkan resolusi-resolusi yang mengharuskan Israel keluar dari daerah pendudukan. 

Namun, lagi-lagi Amerika Serikat dan Inggris yang merupakan sekutu dekat Israel, memveto draf tersebut karena menolak untuk menyertakan seruan gencatan senjata pada konflik Israel-Palestina. Ketimbang gencatan senjata, Amerika lebih setuju dengan “Jeda Kemanusiaan”. 
Resolusi sendiri baru bisa diadopsi jika didukung oleh setidaknya sembilan dari 15 negara anggota dan tidak ada hak veto yang digunakan oleh salah satu dari lima negara anggota tetap. Lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB adalah: Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Rusia, dan China. 

Sementara itu, pada tanggal 28 Oktober 2023, Direktur Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, Craig Mokhiber, mengundurkan diri setelah menganggap organisasi dunia itu gagal mencegah genosida di Palestina. Begitu juga dengan PBB tidak mampu bergerak dan menutup mata serapat-rapatnya dikarenakan negara anggota tetap dewan keamanan PBB terus menerus menggunakan hak Vetonya untuk melindungi negara pelaku genosida. Melihat hal demikian, menjadikan masyarakat dunia ikut geram terhadap PBB dan mengutuk negara pelaku genosida. 

Saat ini, masyarakat dunia terus ikut berpartisipasi dalam menyuarakan pembebasan terhadap negara yang berdampak genosida (Palestina) melalui unjuk rasa, memboikot produk-produk pelaku genosida, menyuarakan kemerdekaan melalui sosial media, dan bersama-sama membantu meringankan beban warga korban genosida yang masih bertahan dan berjuang sampai saat ini.

Merespon hal tersebut, Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid meminta PBB untuk berperan lebih aktif dalam memulai proses dialog dan berusaha menyelesaikan akar konflik utama antara Israel dengan Palestina. 

“Tidak terlihatnya PBB dalam upaya penyelesaian konflik Palestina menjadi kritik tajam terhadap eksistensi lembaga ini. PBB pun harus menolak segala solusi yang diputuskan secara unilateral,” ucapnya. Dikutip dari Parlementaria Terkini dpr.go.id pada Rabu (10/11/2023).
Lebih baru Lebih lama