Gegar Budaya Itu Wajar, Toh Kita Jadi Belajar

 

Created by : Amirotul Lutfiyyah

Editor by : Nur Indah Setyaningrum

Foto Ilustrasi 


Rencang.id — "Ini serius sayur asem?" Kira-kira begitu kata Cahaya (bukan nama asli), salah satu mahasiswa angkatan 2021 ketika melihat wujud sayur asem di warung makan dekat Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta. Di awal masa perkuliahannya, Cahaya juga sempat mengalami gegar budaya atau culture shock. Cahaya berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Beberapa gegar budaya yang sempat dialami cahaya, diantaranya:

Bahasa Jawa Jadi Bahasa Utama 

Sudah pasti kalau kita tinggal di tengah masyarakat Jawa, bahasa utamanya adalah bahasa Jawa. Karena Cahaya berasal dari Bogor, Jawa Barat, Cahaya tentu gagal paham ketika sedang berkumpul bersama teman-temannya. Mereka pasti menggunakan bahasa Jawa untuk efektivitas berkomunikasi sesama penutur bahasa Jawa. Untungnya, teman-teman Cahaya dengan senang hati menerjemahkan obrolan mereka. Jadi, Cahaya sedikit demi sedikit belajar berbahasa Jawa.

Orang Jawa Itu Kalem

Masih seputar orang Jawa. Sebagai orang yang berada di kawasan Jabodetabek, sehari-hari Cahaya mengaku kalau dia termasuk orang yang blak-blakan dalam bertutur dan bertindak. Begitu merantau, dia melihat orang Jawa yang kalem dalam kesehariannya. Begitulah orang Jawa. 

Sebagaimana filosofi Jawa alon-alon waton kelakon, artinya setiap langkah yang diambil, dipikirkan dengan hati-hati, tidak grasak-grusuk. Menurut Cahaya, ini adalah hal yang menarik. Berada di tengah-tengah mereka, membuatnya belajar menjadi orang yang lebih berhati-hati dalam bertindak. 

Cita Rasa Masakan yang Berbeda

Satu hari, Cahaya ingin makan sayur asem. Pergilah dia ke sebuah warung di dekat kampus. Setelah mendapatkannya, dia terkejut, “Ini serius sayur asem?” Katanya saat itu. Pasalnya, sayur asem yang didapati berwarna bening, cenderung keruh. Isinya kacang panjang, kol, jagung yang sudah dipipil, terong, dan rasanya cenderung manis. Sebaliknya, sayur asem di Bogor warnanya kemerahan dan masakannya dominan pedas. Cahaya sempat mengira kalau itu adalah sayur lodeh kurang santan. 

Kalau ada yang bertanya, kenapa masakan Jawa cenderung bercita rasa manis? Dahulu pada Zaman Belanda, pada era tanam paksa, orang Jawa yang khususnya berada di wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dipaksa menanam komoditas tebu. Kurang lebih sekitar 70% lahan ditanami tebu. Bahkan pada saat itu, sempat terjadi bencana kelaparan. Masyarakat pun mengonsumsi tebu untuk bertahan hidup, banyak olahan makanan kemudian dicampur dengan air tebu. Dari sini lah selera masakan manis diturunkan ke generasi berikutnya dan menjadi ciri khas tersendiri.

Homesick

Perasaan rindu rumah, perasaan yang pasti menghinggapi mereka yang berjauhan dari rumah dan orang tua. Tidak terkecuali Cahaya. Dia kerap menangis ketika perasaan ini muncul. Mengutip dari laman Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, (klik di sini) menurut penelitian oleh Gullahorn & Gullahorn, emosi mahasiswa yang merantau dibagi dalam tiga fase, yaitu honeymoon phase, culture shock, dan initial adjustment

Semua ini memengaruhi perasaan mahasiswa perantau dari awal kedatangannya, hingga mampu beradaptasi di lingkungan baru. Perasaan ini bisa diatasi salah satunya dengan berkumpul dengan mahasiswa sesama daerah.


Lebih baru Lebih lama