Mahasiswi yang Masih Eksis dalam Melestarikan Tarian Tradisional

 Penulis: Lativa Nur Hidayah, Nur Nabila Sembiring

Editor: Atik Fadilah

Figure 1 Sumber Foto: Dokumen Pribadi


Rencang.id — Indonesia merupakan negeri yang penuh dengan kekayaan, salah satunya adalah tari tradisional. Dari Sabang sampai Merauke memiliki ciri khasnya masing-masing, tentu saja hal ini sangat disayangkan apabila tidak dilestarikan dengan baik. Maka dari itu, sebagai anak muda yang memiliki banyak potensi dan bakat, serta yang akan  menjadi penerus budaya bangsa, kita harus memiliki keilmuan dan kemauan untuk melestarikan budaya yang sudah turun-tumurun ini.

Hani Qodriyyah, salah satu mahasiswi asal Boyolali program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) di UIN Raden Mas Said Surakarta, sangat menyukai tari sejak dia duduk di bangku SMP. Dia berlatih secara otodidak. Saat diwawancarai, dia bercerita tentang hobinya ini yang dapat memberikan perasaan senang dan puas.

Dari ajakan bukan kemauan

Hani bercerita bahwa dirinya saat itu diajak oleh kakak kandungnya untuk menari di acara perpisahan SMP kelas IX. Awalnya dia ragu untuk menari tapi pada akhirnya dia mencoba dan  dapat menyelesaikan tarian tradisional yang dia tampilkan tersebut.

Saat masuk SMA kakaknya tahu bahwa di SMA tempat Hani bersekolah terdapat sanggar tari. Kakaknya sangat menyarankan Hani untuk mengikuti sanggar tari tersebut.

Kenapa kamu nggak coba ikut, dek? Biar lebih berkembang lagi,” begitu katanya.

Sanggar yang menjadi Rumah kedua

Hani mulai mengikuti esktrakulikuler menari di sekolah pada tahun 2018, sanggar tari ini untuk berlatih budaya Jathilan atau kesenian Kuda Lumping. Biasanya kesenian ini dilakukan oleh anak laki-laki, namun tidak hanya laki-laki saja yang dapat menari Jathilan, perempuan juga dapat melakukannya. Sehingga tarian yang ditampilkan pun menjadi lebih luwes dan halus.

Dulu saat awal masuk SMA, Hani sering sekali pulang malam atau bahkan bisa menginap di sekolah untuk berlatih. Orang tuanya tentu sangat khawatir tentang keadaan Hani, walaupun mereka mendukung hobinya itu. Demi latihan yang maksimal Hani dapat menenangkan orang tuanya bahwa dia aman dan akan baik-baik saja, karena dia berlatih bersama banyak teman di sekolahannya.

Saat diwawancara Hani menyebutkan ada empat sanggar tari yang sudah Hani ikuti. Dan terdapat satu sanggar yang paling berkesan yaitu Antareja Meraki Budaya. Sebuah sanggar yang didirikan Hani Bersama teman-temannya untuk berlatih.

Sanggar Antereja Meraki Budaya memiliki 25-30 personil dari kelas 6 SD hingga kuliah. Jika ada job, dalam sebulan kelompok sanggar tari ini bisa empat kali tampil, yaitu dengan waktu seminggu satu kali tampil. Waktu penampilan mereka bisa 30-45 menit.

Hani menyebutkan tarian yang dibawakan oleh kelompok sanggar tarinya merupakan tarian asal Boyolali, yaitu tari Topeng Ireng. Tari Topeng Ireng berasal dari ungkapan jawa yaitu Toto Lempeng Irama Kenceng, yang artinya Toto berarti menata, Lempeng berarti lurus, Irama berarti nada dan Kenceng berarti keras. Tarian Topeng Ireng merupakan tarian wujud pertunjukan seni tradisional yang memadukan syiar islam dan ilmu bela diri atau pencak silat.

Hani menyebutkan manfaat yang bisa didapat dalam mengikuti kelompok sanggar tari yaitu dapat melestarikan budaya, kebersamaan dan bertanggung jawab.

“Satu sanggar harus satu rasa gak boleh egois,” begitu pesan Hani diakhir wawancara.

Lebih baru Lebih lama