Reporter: Novi Dwi Putri Lestari
Editor: Ramadan Dwi P
Rencang.id - Pernah mendengar atau membaca ungkapan “Dosen tidak akan ada tanpa mahasiswa?” Respon pertama kita pasti kompak mengiyakan. Sebab mau bagaimana lagi? Dosen butuh mahasiswa agar bisa disebut dosen. Hubungan dosen dan mahasiswa serupa dengan simbiosis mutualisme, maka menjaga hubungan tetap baik adalah tugas bersama. Maka, kedua belah pihak harus mengingat kembali tujuan awal dan tugas masing-masing.
Sekali
waktu, ketika saya mengunjungi situs pencarian berbekal kalimat “Pentingnya dosen menghargai mahasiswa,” saya mendapati hasil yang sedikit sekali terkait
dengan apa yang saya harapkan. Hasil pencarian lebih seperti nasihat untuk kita
sebagai mahasiswa menjaga perilaku agar tidak membuat dosen sebal dan marah.
Namun bisa dimaklumi, sebab moto “Dosen
tidak pernah salah” masih melayang-layang di antara mahasiswa dan
dosen.
Kedua
paragraf di atas menghasilkan kata kunci yang serupa, yaitu hubungan dosen dan
mahasiswa. Layaknya hubungan pada umumnya yang perlu pondasi awal, hubungan
dosen dan mahasiswa juga perlu pondasi yang kuat, yakni saling menghargai.
Bukan sekadar pondasi sebagai formalitas, tetapi pondasi yang akan menghasilkan
hubungan yang saling menguntungkan dan tidak saling menjatuhkan.
Ketika
menemukan diskusi tentang pentingnya menjaga kesantunan dalam komunikasi
mahasiswa kepada dosen, hanya sedikit mahasiswa yang berani berdebat dengan
sang dosen. Selebihnya hanya kegerahan dan menahannya, sebab terngiang-ngiang
moto diakhir paragraf kedua. Dari situ saya menjumpai problem tak kasat mata
yang luar biasa mengusik, bahwa dosen, meski tidak semua, sudah tersihir dengan
moto ‘Dosen tidak pernah salah’ juga. Melupakan fakta bahwa kesalahan selalu
ada pada setiap manusia.
Banyak
sekali drama yang terjadi antara dosen dan mahasiswa, seperti dosen yang memanggil
mahasiswa ke ruangannya karena kedapatan berkata tidak sopan kepada sang dosen.
Namun, jika semua mahasiswa yang mendapati perkataan kasar dari dosen, yang
bisa dilakukan hanya pasrah. Sebab menurut mahasiswa, menegur dosen tentang hal
itu sama tidak sopannya dan terkesan tidak menghormati.
Kalau
melihat dari sisi mahasiswa, problem terkait kesantunan lisan bukan sesuatu
yang jarang terjadi. Seolah menegaskan, salah seorang mahasiswi yang mengalami
perkataan kurang mengenakan dari dosen memberikan dampaknya.
Ketika
mewawancarai seorang mahasiswi UIN Raden Mas Said berinisial N (21), saya
mendapati jawaban yang klise namun perlu untuk terus diingat, “Menurut saya,
dosen itu seharusnya membantu mahasiswa ketika menuntut ilmu, dan membimbing
mahasiswa yang kesulitan.”
“Kita
pengennya dibimbing, dikasih tau kesalahannya di mana. Tau-tau dikasih nilai
yang menurut kita kurang. Atau tugas kita dibalikin, cuma disuruh revisi. Enggak ada arahan untuk nyari bahan
di mana. Yang paling bikin enggak enak, kalau udah capek sama 1 mahasiswa,
beliau langsung bodo amat. Menegurnya pakai kata-kata yang enggak enak, kasar.
Lebih terkesan menghina. Dibodoh-bodohin. Padahal sebelumnya kita udah tanya
beliau salahnya di mana, tapi suruh cari sendiri,” Lanjut N (21) sambil mengenang
masa itu.
Ada
mahasiswa yang langsung paham dengan materi tertentu, namun mahasiswa lain
merasa kurang percaya diri dengan tugas atau pengetahuannya. Dosen tidak bisa
menyamaratakan mahasiswa sebagai sosok yang mandiri dalam belajar di kampus. Mahasiswa
yang kesulitan ini perlu dibantu. Meski begitu, dari wawancara yang saya
lakukan dengan narasumber, saya menemukan bahwa beberapa dosen bukan berperan
sebagai pembimbing, namun malah menyalahkan semua hal pada kemampuan mahasiswa.
Mengatakan bahwa mahasiswa manja dan bodoh, sehingga materi semudah itu saja
tidak mampu dipahami.
Menengok
kembali moto “Dosen tidak pernah salah”, saya kira aspek perkataan tidak termasuk kesalahan dosen yang tidak
bisa dibantah. Sebab, perkataan yang melukai hati mahasiswa tidak hanya angin
lalu. Bagi mahasiswa yang tidak siap, imbasnya mereka berkecil hati. Alih-alih
membuat semangat mahasiswa menggebu-gebu, perkataan dosen tersebut justru
membuat mahasiswa kehilangan semangat untuk belajar. Seharusnya kata-kata yang digunakan
untuk menegur adalah sesuatu yang membangun, bukan menjatuhkan. Sebab sepanjang
yang saya ketahui, hubungan dosen dan mahasiswa bukan hubungan atasan dan
bawahan. Lebih dari itu, dosen perlu mahasiswa untuk eksistensinya dan
menyalurkan ilmunya. Mahasiswa meski dituntut mandiri untuk belajar, namun
tetap membutuhkan dosen untuk membimbing.
Jika
menelisik lebih dalam, tentu akan menemukan segelintir mahasiswa yang mengalami
dampak buruk dari perkataan dosen. Meski segelintir, namun para mahasiswa ini
bukannya tidak berani speak up, hanya
saja sebagian besar dari mereka sudah tidak memiliki kepercayaan lagi terhadap
dosen. Maka kita akan mendapati segelintir mahasiswa ini menyerah dengan
pendidikan mereka. Memilih cuti berulang kali, mengabaikan mata kuliah yang dipegang dosen yang menghinanya,
bahkan memutuskan untuk berhenti kuliah adalah contoh imbas buruk yang dialami
mahasiswa.
Memang
tidak terlihat efek yang signifikan, kegiatan
kampus tetap berjalan semestinya, dosen juga tetap mengajar mahasiswa. Namun
jika masalah ini tetap dianggap sepele dan dosen yang berkata kasar tetap tidak
berubah, bukan tidak mungkin apabila segelintir mahasiswa di atas menjadi
berlipat-lipat. Terlebih ketika mengingat akreditasi prodi juga dinilai dari
kelulusan tepat waktu mahasiswanya. Jika dalam satu angkatan terdapat mahasiswa
yang terus menambah semester sebab malas berurusan dengan dosen yang membuat
trauma, maka meski sedikit tetap mempengaruhi penilaian akreditasi.
Sebuah peribahasa 'pangsa menunjukkan bangsa' menjadi
nasihat baik bahwa perkataan dan perlakuan seseorang menunjukkan tinggi
rendahnya Budi pekerti. Merupakan
anggapan yang keliru apabila dosen menempatkan dirinya sebagai pihak yang bisa
memperlakukan mahasiswa dengan perkataan yang kasar. Perlakuan yang seperti itu
tidak hanya berdampak pada kampus di kemudian hari, tetapi juga pada kejiwaan
mahasiswa. Mahasiswa juga harus selalu menghormati dosen. Mengetahui apa-apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan atau diucapkan mahasiswa kepada dosen. Bagaimanapun,
tidak semua dosen bersikap seperti kasus di atas.