CULTURE SHOCK KULIAH di KOTA SOLO

Created by Mardiani Aulia Zulfa

Editor by Aulia Rahma Triyani

Source: Bucketlistfanatic.com

Rencang.id – Bagi mahasiswa perantau, pasti mengalami yang namanya culture shock atau gegar budaya. Yaitu, di mana seseorang merasa terkejut ketika berhadapan dengan lingkungan dan budaya baru. Seperti halnya saya, ketika menjadi mahasiswi dan tinggal di Kota Solo. Walaupun, cuman beda kabupaten dari Brebes ke Solo, dua-duanya masih satu Provinsi Jawa Tengah. Kota Solo memang menarik untuk dikulik. Bagaimana tidak menarik? Kotanya satu, tapi punya dua nama, ada yang menyebut Kota Solo, ada juga yang menyebut Kota Surakarta.

Nah, hal pertama yang membuat saya heran adalah harga sewa kos yang terbilang murah, dengan fasilitas yang cukup lengkap. Per-bulannya hanya Rp350.000 saja sudah mendapat fasilitas yang super lengkap seperti, lemari, bantal, meja kecil, wifi, dan dapur bersama. Awalnya, saya pikir harga sewa kos di Jogja yang paling murah, ternyata saya salah. Justru teman saya yang nge-kos di Jogja mengeluh, karena harga sewa Rp500.000, hanya mendapat kamar kosong tanpa fasilitas seperti yang saya dapatkan.

“Kirain aku harga Rp500.000 itu sudah dapat fasilitas lengkap, ternyata hanya kamar kosong saja tanpa lemari dan kasur,” ucap Ita, salah satu teman saya yang kuliah di Jogja.

Selain harga sewa kos yang murah, ternyata makanan di Solo juga sangat murah. Di Brebes, harga soto sekitar Rp8.000 sampai Rp10.000, di Solo hanya Rp5.000, sudah dapat nasi dan soto semangkuk penuh. Tidak hanya itu, ketika saya membeli nasi sayur, ternyata harga Rp4.000 sudah dapat nasi yang porsinya lumayan banyak serta sayur tiga macam. Dan yang lebih mengherankan lagi yaitu, es teh di Solo, dengan tehnya yang khas dijual seharga Rp2.500 sudah dapat ukuran yang jumbo. Juga, masakan di Solo rata-rata cenderung manis sampai sambalnya pun terasa manis.

Ternyata saya tidak sendiri, banyak dari teman-teman saya yang mengalaminya juga. Salah satunya adalah teman saya yang berasal dari Kota Medan. Saya mewawancarai mahasiswa bernama Nur Nabila Sembiring, program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), semester lima. Dalam wawancara tersebut, dia menceritakan pengalamannya sebagai mahasiswa perantau. Seperti yang kita ketahui, Solo Medan merupakan kedua kota yang bertolak-belakang latar budaya.

“Susah kali bahasanya, orang sini kalo ngomong halus-halus kali. Setiap kali aku bicara, dikira aku marah, padahal ya aku bicaranya kaya gini.” Ucapnya.

Itu tadi, beberapa culture shock yang dialami ketika menjadi perantau di Kota Solo. Ada sedikit tips-nih, yang bisa dilakukan ketika kita mengalami culture shock. Yaitu, bersikap ramah dan sopan, karena, dengan bersikap ramah akan lebih mudah mendapatkan teman baru. Dan yang terakhir, mencari teman yang sedaerah, agar bisa berbagi keluh kesah tentang culture shock yang dialami.


Lebih baru Lebih lama