Created by Muhammad Afifullah
Editor by Atik Fadilah
Rencang.id — Komunikasi sangatlah penting dalam setiap aspek kehidupan. Seperti yang tercantum dalam buku Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar, karya dari Prof Deddy Mulyana, M.A., Ph.D, “Tanpa melibatkan diri dalam komunikasi, seseorang tidak akan tahu bagaimana makan, minum, berbicara sebagai manusia dan memperlakukan manusia lain secara berdab, karena cara-cara berperilaku tersebut harus dipelajari lewat pengasuhan keluarga dan pergaulan dengan orang lain yang intinya adalah komunikasi.”
Dengan kata
lain, sangat tidak mungkin jika seorang manusia tidak melakukan komunikasi sama
sekali. Karena komunikasi tidak hanya terdiri dari ucapan, tetapi
komunikasi juga dapat bersifat nonverbal. Bisa dengan
isyarat tangan, ekspresi wajah, sentuhan, dan
lain sebagainya. Bahkan bisa dikatakan manusia pertama kali menggunakan bahasa nonverbal sebelum
bahasa verbal.
Bayangkan saat
kita masih berumur 16 bulan,
pastinya kita belum bisa
berbicara dengan bahasa apapun, kecuali
dengan bahasa yang orang dewasa tidak dapat mengerti. Jadi
bagaimana kita memberitahu kalau kita sedang membutuhkan sesuatu? ya, terkadang dari
sentuhan, senyuman, pandangan mata,
dan lain sebagainya yang memberitahukan semua itu.
Tentunya kita
semua pernah melakukan komunikasi, bukan? namun
bagaimana jika kita selalu salah tangkap dalam berkomunikasi? informasi yang
seharusnya dapat tersampaikan menjadi salah kaprah dan akhirnya malah
menimbulkan masalah atau
bahkan mengakibatkan sebuah
perpecahan.
Mayoritas
kesalahan komunikan atau yang biasa kita sebut sebagai penerima informasi,
yakni dalam mengartikan informasi yang bersifat multitafsir. Sebagian besar dari mereka
berpikir sedikit lebih keras, untuk memahami konsep dari informasi yang
komunikator berikan. Kalau bahasa sosial media zaman sekarang, mereka harus paham
konteks untuk dapat memahaminya.
Kesalahan ini
rentan terjadi di dalam komunikasi dua arah. Seperti halnya kita berbicara
kepada lawan bicara kita, yakni pendengar. Jika pendengar tidak bisa memahami apa
yang kita sampaikan, di situlah miskomunikasi terjadi. Dan
butuh penjelasan ekstra untuk menyampaikan apa yang ingin kita utarakan kepada
lawan bicara kita.
Itu juga jika lawan bicara kita
langsung menyampaikan, bahwa apa yang ia dengar bukan seperti apa yang ingin
kita sampaian. Namun, jika kita menginformasikan sesuatu, dan lawan bicara kita
salah menangkap apa yang kita sampaikan, kemudian ia menginformasikannya kepada
orang lain, apa yang mungkin terjadi kedepannya?
Sama halnya
seperti pesan chat yang komunikator berikan. Banyak kita temui di
sekitar kita, mereka berkelahi hanya karena masalah pesan chat. Walau terkesan
sepele, terkadang pesan chat yang kita sampaikan belum tentu dapat
diterima oleh mereka yang menerima pesan kita. Seperti contoh kasus putus
cinta, pedot kekancan (putus
pertemanan), atau bahkan mereka berkelahi dengan keluarga mereka sendiri.
Karena apa? pesan chat ini sangat
rumit untuk dipahami, jika kita hanya memikirkan hanya dari satu sudut pandang. Bisa saja kita
sebagai pengirim pesan sedang dalam keadaan santai, tanpa maksud marah ataupun kesal. Namun penerima
pesan bisa saja menganggap pesan anda menekan mereka, dan berpikir bahwa anda
mengirim pesan dengan keadaan ngegas
(emosi).
Perbedaan
persepsi juga terkadang
memberikan dampak yang begitu besar terhadap apa yang sedang kita terima di
pesan chat. Jika kita sudah menganggap seseorang menjadi teman dekat kita, dan dengan orang yang baru kenal, pastinya cara kita
berkomunikasi baik virtual maupun real berbeda.
Dengan
teman-teman
yang sudah sangat akrab, gaya
komunikasi kita akan lebih lepas bahkan dengan
bahasa yang tidak
lazim digunakan di tempat umum,
sedangkan dengan mereka yang belum kita kenal sama
sekali, kita harus menggunakan etika saat berkomunikasi dengannya.
Sama halnya seperti faktor lingkungan yang kita hadapi dengan lingkungan orang
lain, tentunya sangat berbeda latar belakangnya.
Saya beri contoh
untuk membedakannya. Ingat, ini hanya contoh saja untuk menggambarkan apa yang
saya utarakan tadi. Semisal saya dan anda berada di dua lingkungan yang
berbeda. Saya hidup di lingkungan yang sedikit lebih keras, dan anda hidup di
lingkungan yang lebih beradab. Saya dan teman-teman sudah sangat biasa
menggunakan istilah, maaf seperti “Cuk, blok, dan lainnya” dalam
ungkapan sehari-hari. Dan jika bahasa tersebut saya gunakan kepada anda, apa
yang akan anda rasakan?
Tentunya
beberapa dari kita menganggap hal tersebut adalah ungkapan keakraban dalam
sebuah hubungan pertemanan. Dan beberapa kalangan lain menganggap hal tersebut
sangatlah kasar, dan sangat tak beretika. Disitulah miskomunikasi terjadi. Saat
saya menyampaikan sesuatu yang positif kepada anda, akan tetapi anda menganggap
apa yang saya sampaikan tersebut sebuah hal negatif.
Tidak
dapat dipungkiri, kesalahan dalam komunikasi bisa terjadi kepada siapa saja,
kapan saja, dan dimana saja. Seorang dosen bisa salah tangkap terhadap apa yang
mahasiswa katakan. Guru yang menganggap muridnya tidak punya sopan santun,
padahal sang murid hanya mencoba membenarkan apa yang guru tersebut katakan.
Orang tua yang memarahi anaknya karena anaknya berani speak up tentang apa yang mungkin tidak baik untuk dilakukan oleh orang tua
mereka, dan lain sebagainya.
Mereka yang
kuliah di ilmu komunikasipun juga tak luput dari kesalahan. Selain dari
komunikasi dua arah yang saya utarakan diatas, miskomunikasi terkadang terjadi kepada banyak orang. Saya ambil contoh sebuah
organisasi berjalan. Sudah sangat jelas ya, organisasi adalah kumpulan beberapa
orang yang sedang bekerja bersama, dengan pekerjaan mereka masing-masing, demi
tercapainya tujuan yang sama.
Namun, kesalahan
di sini
terjadi lebih rumit dari komunikasi yang dilakukan oleh dua orang saja. Dan
pemicu miskomunikasi ini lebih
kompleks. Contoh kecil kesalahan yang sering terjadi yakni, kurangnya kerjasama
di antara mereka.
Konfirmasi itu sangatlah penting kawan, apalagi menyangkut hubungan banyak
orang. Jadi hal sekecil apapun tak bisa disepelekan, termasuk kehadiran ataupun
waktu kedatangan.
Jadi, bagaimana
cara kita meminimalisir kesalahan dalam berkomunikasi?
Simpel saja.
Komunikasi yang efektif bisa berjalan, dengan seorang komunikan yang memahami
arti dari apa yang komunikator sampaikan. Jadi kunci utama dari seorang
komunikan adalah mendengarkan. Sejatinya seni mendengarkan jauh lebih sulit
daripada berbicara. Kesuksesan pemahaman dalam mendengar, dapat tergambar
melalui respon yang komunikan berikan. Jika sukses, maka pembicaraan akan
menemui titik pemecahan masalah, dan kedua belah pihak dapat menerima argumen
mereka satu sama lain. Jika tidak, maka pembicaraan akan terhenti, dengan salah
satu pihak pergi dengan keadaan tidak nyaman.
Contohnya adalah
seseorang datang kepada temannya untuk mengisahkan curahan hatinya. Saya ambil
permisalan. Ada seorang teman mendatangi anda, dan mulai membicarakan hal
serius. Dia mulai curhat, bahwasannya teman anda insecure dengan keadaan
temannya yang lebih memiliki daripada dirinya. Jika anda memiliki skill mendengarkan
dengan baik, mungkin anda tidak langsung menghakimi dan mengatakan,
“Lu itu harusnya bersyukur, bukan malah insecure.
Liat ke bawah, masih banyak orang yang pengen hidup kayak elu.”
Namun, mereka
yang memiliki skill mendengarkan yang baik akan terus mencari informasi
lebih lanjut lagi tentang penyebab temannya insecure. Dan dengan
pemikiran matang, ia akan memutuskan sebuah penyelesaian untuk membangun
kembali semangat dan berusaha untuk tidak menghancurkan mental temannya
sendiri.
Selain mendengarkan dengan baik dan seksama, faktor kesuksesan sebuah komunikasi juga tergantung kepada kenyamanan hati, dan efektivitas topik pembahasan. Jujur saja, jika anda nyaman, mungkin anda akan melanjutkan pembicaraan dengan lawan bicara anda. Begitupun jikalau pembicaraan anda menarik dan tidak membosankan, maka orang lain akan bersedia mendengar apa yang anda sampaikan.