Bagas dan Ujian Geografi

 

Created by Candra Permana

editor by Muhammad Afifullah


Source: instagram.com/ladytist

Rencang.id — Ujian adalah hal yang menyebalkan bagi sebagian pelajar. Tak terkecuali Raina, remaja kelas dua IPS di salah satu SMA di Solo ini memasuki gerbang sekolah dengan rasa malas. Dari kejauhan, terlihat Bagas berjalan mendekatinya.

"Tanganmu kok seperti air baru mendidih?" tanya Bagas pada Raina,

"Iya nih, semalam aku kehujanan gara-gara beli papan ujian." jawab Raina dengan wajah memelas, diikuti ekspresi khawatir dari teman-temannya.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi, yang artinya Raina harus memulai ujian di hari pertamanya, yakni mata pelajaran matematika. Badan Raina semakin lemas karena tenaganya terkuras untuk menyelesaikan ujian ini. Sesekali ia menunduk melas dan bolak-balik mengecek jam dinding di belakang kelas, dengan harapan ia akan segera keluar ruangan dan kembali pulang kemudian beristirahat. Bagas tak bisa melepas pandangannya dari Raina, ia juga berharap bisa cepat keluar dari ruang kelas dan mengantarnya pulang.

Jam menunjukkan pukul sembilan dan akhirnya bel berbunyi, yang artinya mereka bisa meninggalkan ruangan. Raina mengambil tas dan bergegas keluar, kemudian disusul oleh Bagas.

Raina tak bisa membiarkan tubuhnya jauh dari kasur kamarnya yang empuk. Ia terlelap sampai pukul setengah tujuh petang hari. Ia membuka mata dan sontak terkejut, karena menyadari bahwa besok adalah ujian Geografi.

"Dasar bodoh! besok ujian Geografi dan aku harus menghafalkan banyak materi, mana bisa jam segini aku baru mulai belajar!" Teriak Raina kepada dirinya sendiri.

"Loh eh, dah bangun nak? Ini ada teh buat kamu, diminum ya." Ucap ibu menengok kamar Raina dengan membawakan secangkir teh hangat.

Dengan segala kebingungan, ia menyeruput teh manis yang dibuatkan ibunya. Ia harus memilih tetap mengikuti ujian Geografi dan harus bersiap untuk mendapatkan nilai kurang karena ia belum belajar.

Di satu sisi, ia bisa menghubungi Bagas dan mengikuti ujian susulan bersamanya, dengan harapan bisa mendapat nilai lebih baik. Namun ia harus memikirkan sebuah alasan logis yang dapat diterima oleh ibu. Kepalanya semakin pusing memikirkan ujian Geografi dan Bagas. Ia mondar-mandir di kamar seluas sembilan meter persegi yang bercatkan abu-abu, dengan memikirkan langkah yang ingin ia ambil kedepan.

Jam menunjukkan pukul sembilan malam, dan Raina belum memutuskan apa yang harus ia pilih. Pusing di kepalanya semakin menjadi-jadi sampai air matanya membasahi pipi yang panas karena demam.

Dalam isakannya, Raina memutuskan untuk mengikuti ujian Geografi susulan karena ia tidak akan bisa belajar materi sebanyak itu dalam waktu delapan jam saja. Ia tak mau mengurangi waktu tidurnya demi belajar Geografi.

Kali ini kepalanya kembali dipusingkan untuk mencari alasan ijin ke ibu. Setelah mendengar Raina, ibunya marah karena mendapati Raina yang belum belajar. Kemudian ibu meninggalkan kamar Raina begitu selesai memarahinya.

Akhirnya Raina menangis begitu keras sampai terdengar oleh Ibu. Ibu panik, dan kembali berlari menuju kamar Raina. Ia mendapati anaknya lemas di ujung kamar sambil menangis. Tanpa pikir panjang, orangtua Raina membawanya ke klinik terdekat dan meminta surat ijin untuk meninggalkan ujian esok hari.

"Yess, akhirnya caraku berhasil," batin Raina.

Ia tidur dengan tenang malam ini setelah meminum obat.

Pagi harinya, Bagas tertunduk lemas karena menemukan kekasih hatinya tidak mengikuti ujian Geografi pagi ini. Hatinya tak karuan, pikirannya entah kemana, Bel berbunyi, dan ujian dimulai. Bagas ingin segera menyelesaikan ujian geografinya, agar bisa segera menemui Raina.

Bu Erly selaku guru pengawas ujian tersenyum saat mengecek kembali lembar presensi. Ternyata Bagas menuliskan, "Lekas sembuh Rainaku."

Handphone Raina berdering berkali-kali, group kelas ramai membicarakannya. Ya benar sekali, membicarakan tulisan Bagas. Wajah cantik Raina memerah ketika melihat foto presensi hari ini.

"Terimakasih Bagasku." batin Raina diikuti senyum yang merekah di wajahnya.

Lebih baru Lebih lama