Created by Ghifari Ramandika
Editor by Muhammad Afifullah
Rencang.id — Jika kita berkesempatan untuk berjalan-jalan di Santa Clara Cuba, ada suatu tempat bernama Mausoleo del Che Guevara (Masusoleum Che Guevara). Di atas kota itu, terdapat patung perunggu yang menjulang tinggi sekaligus menjadi saksi sejarah atas kemenangan kaum revolusioner Kuba melawan pemerintahan diktator Fulgencio Batista. Sosok patung tersebut tak lain adalah Ernesto “Che” Guevara, seseorang yang sangat saya kagumi dengan idealismenya menentang penindasan di dunia ketiga.
Agaknya jika kita berbicara tentang revolusi di Kuba, sosok Fidel Castro-lah yang paling menonjol diantara tokoh lainnya. Sebagian orang (biasanya orang barat) akan mengingatnya sebagai seorang diktator yang kejam, sedangkan sebagian lainnya menganggap ia sebagai simbol perlawanan terhadap revolusi terhadap kesewenang-wenangan negara barat. Akan tetapi sosok Fidel Castro tak akan utuh jika kita tak membahas rekan revolusioner yang sama-sama juga merupakan seorang perokok. Ialah Che Guevara, sosok yang tak kalah penting di balik suksesnya revolusi Kuba dan salah seorang perokok paling berpengaruh di dunia.
Dalam perjalanan sejarah manusia, jika kita mengingat kata “revolusi” maka tokoh-tokoh seperti Soekarno sang proklamator, Joseph “Stalin” sang diktator Rusia, ataupun Mao Zedong si tangan besi. Semua tokoh di atas merupakan seorang perokok yang mengubah dunia, siapa yang tahu di balik beracunnya asap rokok yang mereka hirup, mereka mampu membakar semangat revolusi melawan kesewenang-wenangan barat. Dan Guevara merupakan salah satu dari revolusioner sejati yang terus menginspirasi kebangkitan di dunia ketiga, bahkan setelah kematiannya. Meskipun namanya sering luput di ingatan masyarakat Indonesia.
“Merokok ketika waktu istirahat adalah kawan terbaik bagi seorang prajurit yang soliter” - Ernesto “Che” Guevara
Guevara lahir pada 14 Juni 1928 di sebuah kota kecil Rosario, Argentina serta merupakan seorang keturunan campuran Spanyol dan Irlandia. Sejak kecil ia menunjukkan ketertarikannya pada ideologi kiri dengan membaca buku-buku dari Karl Marx, Friedrich Engels, dan Vladimir Lenin. Ia-pun juga menunjukkan ketertarikannya pada sastra, terutama puisi dengan membaca buku-buku puisi dari author terkenal seperti Pablo Neruda, John Keats dan Wait Whitman. Tahun 1948 Guevara belajar kedokteran di Universitas Buenos Aires untuk menyelesaikan studinya di bidang kedokteran, akan tetapi impiannya untuk menjelajahi dunia membuatnya mengambil cuti kuliah. Dari sinilah kehidupannya sebagai seorang revolusioner mulai terbentuk .
“Jika kamu bergetar dan geram setiap kali melihat ketidakadilan maka kamu adalah kawan saya” -Ernesto ‘Che’ Guevara
Guevara memulai perjalanannya dengan mengelilingi Chile, Peru, Kolombia, dan Venezuela. Selama di perjalanan, ia melihat banyak orang kelaparan dan kondisi pekerja tambang yang memprihatinkan di bawah korporat barat. Apalagi ia melihat kesenjangan antara petani miskin dengan pemilik lahan kaya raya yang sangat kentara. Hal ini membuatnya marah dan menganggap bahwa eksploitasi kapitalisme telah menyebabkan adanya kesenjangan dan penderitaan di amerika latin. Dari balik asap rokoknya, ia-pun menceritakan pengalamannya mengelilingi amerika latin dalam buku “The Motorcycle Diaries”.
Sadar dengan realita yang terjadi di amerika latin, maka ia memutuskan untuk meninggalkan karirnya di bidang kedokteran dan terjun ke ranah perjuangan bersenjata dalam melawan kesewenang-wenangan barat. Ia pergi ke Guatemala untuk membantu rezim Jacobo Arbenz yang digulingkan oleh CIA karena beraliran kiri. Di sini ia menyimpulkan bahwa Amerika Serikat tak segan untuk melengserkan pemerintahan sayap kiri di amerika latin, dan hal ini semakin memantapkannya untuk menjadi seorang Marxis dan Revolusioner.
Perjuangan Guevara tak berhenti di Kuba saja, ia rela mengundurkan diri dari posisinya di pemerintahan Kuba pada 1965 demi membantu pemberontakan di Afrika. Sayangnya ia gagal di Afrika karena kurangnya disiplin pasukan dan kekurangan suplai sehingga ia memutuskan untuk meninggalkan misinya di Afrika. Akan tetapi, hal itu tidak menghentikan ambisinya untuk menggulingkan pemerintahan pro-Amerika Serikat. Pada 3 November 1966 Guevara bergabung dengan Tentara Pembebasan Bolivia untuk menggulingkan rezim pemerintahan yang pro-barat.
Kini nama Ernesto Che Guevara telah
diabadikan di berbagai belahan dunia sebagai sosok revolusioner paling
berpengaruh di masanya. Foto-fotonya sering dijadikan pajangan di jalanan kumuh
atau perkotaan, sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan
kesenjangan. Meskipun cerutu sang revolusioner kini telah padam, akan tetapi
api revolusi yang ditinggalkan oleh Guevara masih eksis sampai saat ini.