Pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 di Kabupaten Sragen hanya ada calon tunggal yakni Kusdinar Untung Yuni Sukowati dan didampingi oleh Suroto. Hal tersebut diputuskan sesuai undian pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sragen dalam Rapat Pleno Terbuka di Gedung IPHI Krapyak, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Kamis (24/9/2020). Sehingga secara otomatis kotak kosong berada di sebelah kiri.
Yuni-Suroto bersyukur karena mendapat posisi sebelah kanan. “Kalau bisa meminta tentu meminta di sebelah kanan dan ternyata benar. Kenapa kanan karena orang buka surat suara itu lebih fokus ke kanan. Apalagi setelah buka hanya ada satu lembar sehingga hal itu mempengaruhi psikologi pemilih untuk lebih mantap dalam memilih kami," jelas Yuni.
Menurut Yuni, sisi kanan itu memiliki makna tersendiri. Dia menerangkan sesuatu itu diniati dengan kebaikan pasti dimulai dari kanan. Kalau diawali dengan hal baik, maka pada akhirnya nanti pun akan baik pula untuk masyarakat Sragen. Hal ini menjadi harapan Yuni untuk ke depannya.
Yuni optimistis bahwa masyarakat Sragen akan menggunakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara (TPS), dan Yuni mengajak warga turut menyukseskan Pilkada Sragen 2020.
Suroto mengajak masyarakat datang ke TPS pada 9 Desember 2020 untuk mencoblos Yuni-Suroto. Pilihan kanan itu biasa-biasa saja, menurut Suroto. (https://www.solopos.com/jadi-calon-tunggal-di-pilkada-sragen-foto-yuni-suroto-ada-di-kanan-kotak-kosong-1082894)
Meski merupakan sebuah hak, namun mereka yang mendukung kotak kosong dinilai sebagai orang yang tidak mengerti dan tidak memiliki kemampuan berkompetisi. Pasalnya, bila di Sragen kemudian terjadi calon tunggal, itu juga sudah didahului proses kompetisi di partai politik (parpol). Dimana parpol tidak akan mencalonkan sembarangan orang di ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), apalagi orang yang tidak mememiliki kemampuan dan malah akan merugikan masyarakat Sragen.
Hal ini diungkapan tokoh masyarakat sekaligus mantan bupati Sragen sebelumnya yakni Untung Wiyono, tatkala ditemui menanggapi dinamika politik yang terjadi di Bumi Sukowati. Saat ini ada gerakan dukung kotak kosong dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati (Pilbup) 2020.
Dia membantah apabila terjadi politik dinasti di Sragen. Pasalnya, selepas dia tidak lagi menjabat Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati (Yuni) anaknya kemudian maju mencalonkan diri tetapi kemudian kalah pada 2011. Lalu anaknya maju lagi di Pilbup 2015 dan menang, serta kemudian maju lagi pada Pilbup 2020. Kalau Yuni maju lagi, itu adalah hak dia.
Menurut mantan bupati Sragen dua periode itu, mereka yang bicara kalau di Sragen terjadi politik dinasti itu apriori latah berbicara saja. Sebab kalau dinasti, pergantian pemimpin hanya sekedar meneken dan melantik putra mahkota. Tetapi yang terjadi di Sragen, untuk menjadi pemimpin daerah atau bupati harus melewati sebuah proses demokrasi dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Sehingga bagaimana bisa dibilang Sragen politik dinasti kalau terjadi proses demokrasi sesuai undang-undang. (https://suaramerdekasolo.com/2020/10/18/ada-proses-politik-sebelum-calon-tunggal-di-pilbup-sragen/)
Beberapa minggu menjelang pencoblosan Pilkada Sragen 2020, sekelompok orang berani muncul dan menantang satu-satunya calon bupati dan wakil bupati pasangan Kusdinar Untung Yuni Sukowati - Suroto. Ya, dia adalah relawan yang mengatasnamakan Gerakan Coblos Kotak Kosong atau Koko.
Bahkan mereka blusukan dari lokasi satu ke lokasi lain untuk menyuarakan gerakan tersebut, di antaranya ke para pedagang dan PKL. Relawan Koko Sragen, Jamaludin Hidayat mengatakan, ajakan untuk mencoblos kotak kosong mendapat berbagai tanggapan yang berbeda dari masyarakat.
Menurut Yuni seperti yang dilansir pada TribunSolo, ada masyarakat yang mendukung dan mempertanyakannya. "Yang mendukung gerakan ini biasanya melek soal politik di Sragen," ujarnya. Di lain sisi, juga ada masyarakat yang menolak untuk memilih kotak kosong
Dikatakan, mereka mempertanyakan siapa yang akan jadi bupati jika kotak kosong yang menang saat pesta demokrasi lima tahunan itu. "Banyak yang tanya soal itu (kalau kotak kosong yang menang)," katanya. Pihaknya sudah memberi contoh kasus jika yang menang pilkada 2020 adalah kotak kosong.
Pada akhirnya, Pilkada 2020 ini hanya ada satu pasangan calon yang mendaftar. Tidak ada pasangan lain yang mendaftar. Pasangan tersebut diusung PDI Perjuangan, PKB, Golkar, PAN, dan Nasdem. Kelima partai tersebut tergabung dalam koalisi Gotong Royong.
Selain itu, Demokrat juga memberikan dukungan kepada pasangan Yuni - Suroto. Artinya, pasangan tersebut memiliki kekuatan parlemen sebanyak 34 kursi dari 45 total kursi. (https://solo.tribunnews.com/2020/11/21/yuni-suroto-calon-tunggal-di-pilkada-klaten-pengamat-parpol-tidak-berani-ambil-risiko?page=all)
Penulis: Umi Sekarwati
Editor: Anisa Rahma