MESKI PANDEMI PILKADA ADALAH MASA DEPAN BARU


 Meski masih dalam situasi pandemi, perhatian umat manusia justru mengarah ke berbagai persoalan yang ditimbulkan oleh Covid-19. Dalam kehidupan bernegara, potensi ancaman krisis multidimensi harus menjadi perhatian. Stabilitas politik di situasi pandemi perlu dijaga agar setiap bangsa mampu keluar sebagai pemenang dalam perang tak kasat mata ini. Penyelenggaraan pemilihan umum kini mulai menjadi persoalan bersama bagi masyarakat dunia yang sedang dihadapkan dengan situasi pandemi ini.

Membaca berita di Jawa Pos beberapa hari lalu tentang izin KPU (Komisi Pemilihan Umum) untuk kegiatan kampanye Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) yang berupa konser musik dan lain-lain. Hal tersebut tetap berisiko meski berlaku pembatasan syarat mematuhi protokol kesehatan. Mengutip Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pilkada di Masa Pandemi, sejumlah kegiatan masal masih diperbolehkan. Misalnya, pentas seni, panen raya, jalan santai, sepeda santai, dan konser musik. Kegiatan yang mengundang massa besar, meski sudah dibatasi, seharusnya tidak dibenarkan pada masa pandemi seperti ini. Perlu diingat, 2020 akan digelar di 270 daerah dengan berbagai kondisi dan kesadaran masyarakat yang berbeda. Demi berlangsungnya pemilihan pemimpin baru sebagian masyarakat mau tidak mau meyakini bahwa Covid-19 memang ada. (suaradiksi.com)

 Sebagai upaya memasang kuda-kuda yang kokoh untuk pelaksanaan Pemilu (Pemilihan Umum) serentak yang berbeda dari masa sebelumnya, sudah sepatutnya belajar dari negara-negara demokrasi yang telah menyelenggarakan pemilu. Sejatinya pelaksanaan pemilu  merupakan penjelmaan dari prinsip kedaulatan rakyat terhadap demokrasi. Namun, dalam situasi pandemi Covid-19, pelaksanaan pemilu menghimbau ketat untuk tidak meninggalkan protokol kesehatan demi keselamatan bersama. Melansir The Diplomat.com (5/08), tercatat dalam rentang tiga minggu sejak akhir Juni hingga awal Juli 2020, beberapa negara yang mengadakan pemilu, yakni Mongolia mengadakan pemilihan parlemen pada 24 Juni, negara bagian Pahang Malaysia pada 4 Juli, pemilihan gubernur di Tokyo Jepang tanggal 5 Juli, dan pemilihan parlemen di Singapura pada 10 Juli. (merdeka.com)

 Dengan begitu pemilu mampu dijalankan karena memang pemilu adalah penentu masa depan. Masa depan baru bagi masyarakat yang harus tetap dalam kebijakan bersama. Selain itu, pemilu mengandung makna untuk memperluas kebebasan sipil rakyat pemilik kedaulatan untuk memperbesar kapasitasnya sebagai voters atau subyek pemilih. 

Otonomisasi hak rakyat akan melindungi mereka dari praktek demokratis yang seringkali memasung dan membajak. Saatnya rakyat mendaratkan keinginan masyarakat untuk merengkuh kehidupan yang sejahtera sebagai hukum tertinggi dalam semarak kampanye pemilu. Rakyat berperan tinggi dalam hal ini, sebagai penentu masa depan baru yang akan mereka hadapi. (victorynews.com)

 Di pihak lain, para elite dalam berlomba-lomba harus tetap merebut hati rakyat dengan modus tertentu. Inilah kesempatan besar untuk meyakinkan rakyat bahwa mereka layak dipilih sebagai pemimpin baru di masa depan dengan niat luhur mendedikasikan jiwa-raganya untuk menyelamatkan rakyat dari kemiskinan dan ancaman Covid-19. Di tengah kegalauan masyarakat publik atas pandemi ini, rakyat sekali lagi sangat menaruh harapan akan terbitnya pemimpin daerah baru yang menjunjung prinsip “kesejahteraan rakyat adalah hak yang harus terpenuhi". Pada intinya kita membutuhkan komitmen, kerjasama, serta integritas dari berbagai pihak. Terutama dalam menjawab keresahan publik mengenai siap tidaknya instansi terkait dalam akan terlaksananya pilkada serentak 2020 yang sesuai dengan situasi dan kondisi pandemi.


Penulis : Indah Apriyanti

Lebih baru Lebih lama