Sumber Foto : liputan6.com
Era 4.0 atau yang biasa disebut industri 4.0 adalah era penggabungan antara teknologi otomatisasi dengan teknologi cyber, artinya semua kegiatan atau pekerjaan dilakukan dengan sistem digital yang memungkinkan terjadi adanya pengurangan tenaga kerja. Hal tersebut disebabkan karena pada industri 4.0 manusia bisa mengerjakan beberapa hal sekaligus dalam satu waktu. Atau bisa juga dikatakan manusia lebih mengandalkan tenaga mesin atau robot, hal itu yang menyebabkan mengapa terjadi adanya pengurangan tenaga kerja.
Revolusi industri 4.0 mengarah pada digitalisasi. Hal tersebut diungkapkan oleh presiden republik Indonesia, Joko Widodo pada 2018 lalu. Beliau mencontohkan seperti kombinasi cloud computing dengan mobile internet yang dimanfaatkan oleh sistem smartphone. Dan selanjutnya; artifisial intelijen, mesin cerdas, lalu internet of things (IOT) dimana mesin-mesin juga terkoneksi dengan internet. Presiden Indonesia ke-tujuh tersebut juga menambahkan, Indonesia yang akan memasuki era industri 4.0 di dalamnya terdapat aspirasi besar untuk merevitalisasi industri Indonesia secara menyeluruh.
Revolusi Industri 4.0 di gadang-gadang menjadi era digital. Era di mana semua yang dikerjakan serba otomatis atau bisa juga dikatakan dari yang manual menjadi otomatis. Menurut saya, Indonesia belum sampai pada titik itu (industri 4.0). Kita semua tahu dan merasakan bahwa Indonesia masih berada di industri 3.0 atau era-nya internet. Di Indonesia internet menjadi suatu hal yang sangat dibutuhkan atau bisa dibilang “ketergantungan” terhadap internet.
Sebelumnya, Indonesia sudah memasuki revolusi industri 1.0 yang ditandai adanya mekanisasi pertanian dengan adanya alat atau mesin yang memudahkan petani untuk keperluan pertanian. Contohnya, traktor yang digunakan untuk membajak sawah, hal tersebut mengakibatkan petani tidak harus mengeluarkan banyak tenaga untuk membajak sawah. Selanjutnya, revolusi industri 2.0 yang ditandai dengan berkembangnya energi listrik dan motor penggerak. Manufaktur dan produksi massal terjadi. Pesawat telepon, mobil, dan pesawat terbang menjadi contoh pencapaian tertinggi. Dalam menyongsong revolusi industri 4.0, peran pemerintah menjadi hal yang penting. Pemerintah harus berinvestasi besar disektor digital dan bidang teknologi. Hal tersebut juga diungkapkan oleh anggota DPR RI Budiman Sujatmiko pada tahun 2018, beliau mengatakan, “Kita perlu membangun institusi dan kelembagaan serta menyiapkan infrastruktur untuk masyarakat digital yang akan segera lahir.” Katanya dalam pidato kebudayaan berjudul “Indonesia 4.0 : Berguru pada Alam yang Terkembang”.
Dalam menyambut revolusi industri 4.0, generasi muda memiliki peran yang sangat penting. Generasi muda merupakan pondasi yang harus ada di garda terdepan karena merekalah yang kelak akan menjadi pilar suatu bangsa. Generasi muda diharapkan mampu memberikan inovasi-inovasi menarik yang sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini. Didasari dengan pola pikir terstruktur untuk bisa mengambil keputusan strategis.
Pesatnya perkembangan teknologi khususnya industri 4.0 (manual menjadi otomatisasi) tentu saja membawa dampak yang sangat besar terutama pada bidang ketenagakerjaan. Yang artinya, akan ada banyak jenis pekerjaan yang hilang dan pekerjaan tersebut digantikan oleh robot, sehingga di revolusi industri 4.0 ini mengharuskan kita sebagai generasi muda untuk mempunyai kemampuan yang mumpuni dan sekiranya akan berguna di masa depan. Lalu, kemampuan apa saja yang kita butuhkan dalam menyongsong revolusi industri 4.0? Dikutip dari Kompas.com yang bersumber dari World Economic Forum ada 10 skill yang mutlak dibutuhkan. Yaitu complex problem solving (kemampuan penyelesaian masalah yang kompleks), critical thinking (kemampuan berpikir kritis), creativity (kreatifitas), people management (kemampuan untuk mengatur), coordining with other (kerja sama tim), emotion intelligence, (kecerdasan emosional), judgemen and decision making (kemampuan untuk menarik kesimpulan serta mengambil keputusan), service orientation (kemampuan untuk membantu dan melayani orang lain), negotiation (kemampuan ber-negosiasi), serta cognitive flexibility (kemampuan untuk menyusun secara spontan suatu ilmu pengetahuan).
Para pakar mengatakan bahwa revolusi industri 4.0 akan terjadi pada tahun 2020. Di mana dalam era tersebut akan banyak bermunculan robot-robot canggih, superkomputer, 3D printing, kendaraan otonom, kecerdasan buatan, dan perkembangan neuroteknologi. Mungkin kelihatannya canggih dan menakjubkan tapi pada revolusi industri tersebut juga dapat menimbulkan kerugian dalam bidang bisnis dan tenaga kerja. Hal tersebut dikutip dari forum internasional tahunan yang bertemakan “Mastering the Fourth Industrial Revolution” pada 2016 lalu.
Kita harus berpikir ke depan dan Indonesia harus optimis bahwa kita sudah siap untuk memasuki revolusi industri 4.0. Semoga era tersebut bisa membawa Indonesia menjadi negara maju dan tidak ada lagi ketimpangan sosial, baik dalam hal pekerjaan, ekonomi, pendidikan, dsb. Tentunya dengan tidak menjadikan hal ini sebagai ancaman tetapi sebagai peluang.
Penulis : Laela Larasati
Editor : Alfida Nur Cholisah