Perempuan, Rokok, dan Stigma

 

Sumber Gambar: istockphoto

Indonesia merupakan negara timur yang lekat dengan tata krama, sopan santun,  dan keramahannya. Dalam kehidupan bermasyarakat pun berlaku norma-norma dan nilai-nilai tidak tertulis. Pelanggarnya akan dikenai sanksi sosial yang berbeda di setiap daerah. Sanksi dapat berupa pencibiran, pencemoohan, bahkan pengucilan. Penerapan norma dan nilai sosial kepada perempuan lebih berat dibanding dengan laki-laki. Perempuan  merupakan sosok yang berharga dan rentan. Oleh karena itu, dalam masyarakat terjadi proteksi yang lebih terhadap perempuan.

Pemberian stigma buruk sering terjadi kepada seseorang yang dianggap melanggar norma atau aturan yang berlaku. Laki-laki merokok dianggap hal yang lumrah dalam masyarakat. Berbeda dengan perempuan. Perempuan merokok dianggap tidak baik, tidak bermoral, dan tidak beradab. Sanksi sosial pasti diterima oleh perempuan Indonesia yang merokok. Perlakuan tersebut terjadi karena perempuan Indonesia mayoritas tidak merokok. Pemberian stigma buruk terhadap perokok wanita tidak terjadi kepada perempuan-perempuan di negara barat, karena mayoritas perempuan di sana merokok.

Saya tidak setuju dengan pemberian stigma buruk kepada perokok wanita hanya karena mayoritas perempuan Indonesia tidak merokok. Pemberian cap perempuan nakal atau buruk tidak bisa serta merta diberikan begitu saja. Saya merokok akan dianggap biasa saja ketika saya di Eropa, namun tidak di Indonesia. Kalimat tersebut merupakan contoh stigma yang tidak bisa dijadikan alat ukur kebaikan atau keburukan seseorang. Namun kebanyakan masyarakat beranggapan buruk kepada perokok wanita.

Saya memiliki dua orang teman perempuan perokok. Mereka merokok, tapi tidak merubah sikap mereka menjadi buruk. Bahkan perilaku mereka dapat dikatakan sangat beradab. Hubungan dengan orang tua, keluarga, dan teman juga tidak memiliki masalah karena rokoknya. Teman saya yang berinisial "F" mengatakan bahwa merokok adalah pilihan, dan ia memilihnya. Meski hingga saat ini stigma negatif masyarakat seringkali didapatinya. Kini ia telah berdamai dengan apapun pandangan masyarakat terhadap dirinya, karena ia merasa orang yang memandang ia buruk belum tentu mengenal pribadi aslinya.

Akan saya benarkan ketika alasan masyarakat memandang perempuan merokok itu buruk apabila dikaitkan dengan kesehatan rahim yang memang rentan terhadap rokok. Jika memang demikian, pandangan buruk tersebut juga harus disampaikan kepada laki-laki. Karena laki laki juga memiliki organ-organ vital yang dapat rusak akibat rokok, contohnya paru-paru. Stigma buruk perokok wanita tidak bisa menjadi tolak ukur baik buruknya seseorang.

 

Oleh: Adis Wahyu Saputri

Editor: Alfida Nurcholisah

Lebih baru Lebih lama